Breaking News

Desa Kepel Retak Lagi: Ngetos Nganjuk Kembali Diuji Alam

Desa Kepel Retak Lagi: Ngetos Nganjuk Kembali Diuji Alam
GB Ilustrasi Desa Kepel Retak Lagi

SedudoshareNganjuk, Mei 2025 — Derasnya hujan yang mengguyur Kecamatan Ngetos beberapa hari lalu membawa dampak serius. Retakan tanah kembali muncul di Desa Kepel, tepatnya di Dusun Dlopo, wilayah yang sejak lama dikenal rawan longsor. Panjang retakan mencapai 135 meter, dengan lebar hingga 30 sentimeter, disertai amblesan sedalam 30 sentimeter.

Pergerakan tanah ini bukan kejadian pertama. Sejak 2015, tanda-tanda kerentanan geologi sudah terlihat. Longsor besar pada 2017 yang menimbulkan korban jiwa menjadi trauma kolektif bagi warga. Kini, bencana serupa kembali mengintai.

Mengapa Desa Kepel Sering Terjadi Retakan?

Desa Kepel berada di kawasan lereng perbukitan dengan jenis tanah pelapukan vulkanik yang sangat peka terhadap air. Ketika hujan turun dalam intensitas tinggi, air menyerap ke dalam lapisan tanah, melemahkan struktur dan memicu pergeseran lereng. Inilah yang menyebabkan tanah tiba-tiba retak, dan bila dibiarkan, bisa berkembang menjadi longsor besar.

Data terbaru dari BPBD Kabupaten Nganjuk menunjukkan bahwa longsoran baru memiliki panjang 76 meter dan materialnya telah mencapai aliran sungai sejauh hampir 600 meter dari titik retakan. Risiko bencana susulan sangat tinggi.

Warga Hidup dalam Kekhawatiran

Bagi masyarakat Dusun Dlopo, setiap musim hujan menjadi musim cemas. Rumah-rumah yang berdiri di atas tanah rentan kini berada dalam ancaman langsung. Banyak warga mulai bersiap mengungsi ke tempat yang lebih aman.

“Tanahnya makin turun, Mas. Tiap malam kami tak bisa tidur tenang,” kata Pak Suyitno, warga setempat, sembari menunjuk retakan yang melintang di belakang rumahnya.

Upaya Tanggap dan Mitigasi

Pemerintah daerah bersama BPBD telah menandai wilayah tersebut sebagai zona merah. Warga diminta menjauhi titik retakan, dan kegiatan pertanian di lereng juga dihentikan sementara. Selain itu, tim teknis sedang menilai kemungkinan relokasi bagi sejumlah rumah yang berada di zona paling rawan.

Langkah mitigasi jangka panjang juga mulai dirancang, termasuk pemasangan alat pemantau pergerakan tanah dan edukasi berkala kepada warga. Pemerintah desa dan relawan lokal bersinergi untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Harapan dari Tanah yang Retak

Meski hidup berdampingan dengan ancaman bencana, semangat warga Desa Kepel tak pernah retak. Gotong royong, kewaspadaan, dan doa menjadi benteng terakhir di tengah keterbatasan. Mereka sadar, alam tidak bisa dilawan, tapi bisa dihadapi dengan pengetahuan dan kebersamaan.

Desa Kepel adalah cermin dari banyak desa di Indonesia yang hidup di atas tanah rentan. Dari kisah ini, kita belajar pentingnya kesiapsiagaan, investasi mitigasi, dan dukungan nyata dari semua pihak — agar tragedi tak terus berulang.


Oleh: Rahmad Widodo | Nganjuk

Tidak ada komentar