Kembali ke Bulan Setelah 50 Tahun Manusia Yang Pertama Mendarat
Pendaratan manusia pertama di bulan, 20 Juli 1969 (Gambar dari NASA) |
Sedudoshare - Oleh : T. Djamaluddin, Kepala LAPAN
(Dimuat di Kolom CNN Indonesia, 22 Juli 2019, setelah diedit Redaksi. Ini artikel aslinya dengan edit typo)
Juli 1969 saya masih kelas 1 SD saat Neil Armstrong menjejakkan kakinya di bulan dalam missi Apollo 11. Melalui berita radio, masyarakat ramai memperbincangkannya. Kemudian beberapa waktu setelah itu, film pendaratan astronot ke bulan diputar di bioskop dan anak-anak sekolah antusias menontonnya. Sayang saya sendiri tidak bisa ikut menonton karena tidak mampu membeli tiketnya. Saya hanya mendengar cerita teman-teman. Lima puluh tahun kemudian baru saya membuka youtube, sambil membayangkan betapa anak-anak saat itu tercengang melihat astronot berjalan seolah ringan sekali. Padahal pakaiannya tampak berat. Itulah yang dulu saya dengar ketika teman-teman antusias saling bercerita tentang astronot.
Saat saya kuliah astronomi di ITB, barulah cerita masa kecil terungkap secara nyata. Pendaratan manusia pertama di bulan benar adanya. Missi Apollo dengan pendaratan manusia di bulan berlangsung selama 1969 – 1972. Bahkan ada sampel batuan bulan yang dibawa astronot untuk penelitian lebih lanjut tentang hakikat bulan dan teori pembentukannya. Menjadi jelas juga astronot tampak berjalan agak melompat, karena gravitasi bulan hanya seperenam gravitasi di bumi. Beban berat pakaian astronot tampak ringan saja ketika berada di bulan.
Missi Apollo konon berbiaya sangat mahal, sekitar $ 25 milyar (Rp 375 trilyun menurut nilai saat ini) atau 2,5% pendapatan kotor (GDP) Amerika Serikat (AS). Mengapa AS rela mengeluarkan anggaran fantasitik seperti itu? Alasan utamanya, demi perlombaan keunggulan iptek dengan rival perang dinginnya, Uni Sovyet (Rusia dan negara-negara tetangganya sebelum pecah). Uni Sovyet dianggap sudah memimpin meninggalkan AS. Sebagai negara pertama yang meluncurkan satelit Sputnik. Pertama mengirimkan kosmonot (atau astronot) Yuri Gagarin. Dan pertama mengirimkan wahana tanpa awak Luna 2 mendarat di bulan. Maka pada 1961 Presiden Kennedy mencanangkan misi pendaratan manusia ke bulan pada akhir dekade. Keunggulan iptek keantariksaan adalah kebanggaan bangsa. Itu pula yang dikatakan Bung Karno, untuk menjadi bangsa yang maju harus menguasai teknologi antariksa dan nuklir.
Juli 2019 adalah peringatan 50 tahun pendaratan manusia pertama. Publik kembali antusias dengan misi kembali ke bulan. Teori konspirasi yang tidak mempercayai pendaratan manusia ke bulan dianggap sekadar dongeng tak berdasar. Semua teori konspirasi mudah dipatahkan dengan penjelasan ilmiah sederhana. Hal utama, tidak mungkin sekian banyak ilmuwan dunia mau dibohongi dengan rekayasa film di studio. Lagi pula, Uni Sovyet sebagai rival perang dingin AS pasti menjadi pihak pertama yang membongkarnya kalau pendaratan manusia di bulan hanya akal-akalan.
Menjelang akhir jabatannya, Trump memberi Direktif Presiden yang memerintahkan pendaratan manusia ke bulan dipercepat. Semula, NASA (badan antariksa AS) menargetkan pendaratan astronot ke bulan pada 2028. Namun Presiden Trump memerintahkan dipercepat menjadi 2024. Suasananya bukan lagi perlombaan ala perang dingin, tetapi kolaborasi. NASA tidak bekerja sendiri. Beberapa badan antariksa internasional turut terlibat. Perusahaan swasta keantariksaan AS turut dilibatkan. Tujuannya, menguji teknologi eksplorasi antariksa yang lebih efisien sebagai persiapan misi berawak ke planet Mars. Sasaran yang menantangnya, mendaratkan astronot perempuan pertama di bulan.
Misi kembali ke bulan dinamakan Artemis. Artemis adalah dewi saudara kembar Apollo dalam mitologi Yunani. Misi ke bulan sesungguhnya sudah mulai dirancang beberapa tahun sebelumnya. Namun kini Artemis lebih terfokus dengan target pendaratan pada 2024. Misi Artemis 1 (setelah diubah nama misinya) ditargetkan mengorbit bulan tanpa awak tahun depan, 2020. Artemis 2 dengan misi berawak mengorbit bulan ditargetkan pada 2023. Lalu misi berawak mendarat di bulan pada 2024. Wahana berawak Orion disiapkan untuk membawa 4 astronot. Sementara itu misi kembali ke bulan juga menyiapkan laboratorium antariksa yang mengorbit bulan, Gateway. Gateway ditargetkan juga menjadi persinggahan menuju Mars, selain sebagai laboratorium riset antariksa di luar orbit bumi.
Misi ke bulan pasca misi Apollo memang cukup langka. Belum ada lagi misi berawak ke bulan setelah 1972. Misi ke bulan sebenarnya merupakan misi eksplorasi antariksa yang menarik bagi bangsa-bangsa setelah berhasil menaklukkan misi mengorbit bumi. Setelah Uni Sovyet dan AS, kini disusul misi ke bulan oleh negara-negara Eropa, RRT, India, dan Jepang. Umumnya negara pemula memulainya dengan misi robotik. RRT berhasil mendaratkan wahana Change di belahan bulan yang tidak pernah teramati dari bumi. India berhasil mengirimkan wahana Chandranayaan ke bulan dengan biaya yang paling hemat.
Bagaimana Indonesia? Akankah terlibat dalam misi ke bulan? Sebagai badan antariksa, LAPAN selalu diundang dalam pertemuan internasional membahas eksplorasi antariksa ke luar orbit bumi. Bukan hanya ke bulan, tetapi juga ke asteroid, Mars, dan planet-planet lainnya. Untuk efisiensi sumber daya, kerjasama internasional sangat diharapkan. Sebagai negara yang mulai berkembang kemampuan iptek antariksanya (Space Emerging Country) Indonesia selalu diundang dalam berbagai forum keantariksaan internasional, termasuk dalam pembahasan eksplorasi antariksa. Namun, LAPAN sebagai wakil Indonesia menyatakan akan fokus dulu mengembangkan kemampuan pengembangan satelit pengorbit bumi dan wahana peluncurnya. Sambil tetap menjalin kerjasama dalam aspek yang mungkin bisa kita ikuti. Antara lain, analisis data sains antariksa hasil eksplorasi dan pengembangan teknologi robotik pendukung misi eksplorasi antariksa.
Source of Writing: https://tdjamaluddin.wordpress.com
Tidak ada komentar