[Buku] Autumn In Paris by Ilana Tan
Judul: Autumn in Paris
Penulis: Ilana Tan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan keduapuluh tiga, Agustus 2013
Tebal buku: 272 halaman
ISBN: 9789792230307
Harga: Rp47.000
Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata musim gugur (autumn) dan Paris? Saya sendiri membayangkan suasana romantis di Paris yang dipenuhi guguran daun-daun kuning. Menilik kover novel Autumn in Paris, rasa romantis itu sangat terasa berkat warna lembut pink pucat dan sepasang kekasih yang sedang memadu kasih di bangku panjang. Kamu bisa mengira novel macam apaAutum in Paris ini.
Diceritakan pada suatu hari Victoria Dupont dan Sebastien makan di bistro kecil yang menyediakan masakan indonesia. Sedikit bertukar kabar, lalu Sebastien menyatakan terlanjur sudah janjian juga dengan rekan arsitektur jepang yang akan mengganti rekannya terdahulu. Namanya Tatsuya Fujisawa. Perkenalan mereka berjalan lancar dan pelan-pelan perasaan sayang tumbuh tidak terkendali. Kemudian badai datang untuk hubungan mereka yang baru bertunas ketika kenyataan besar menghampiri. Ya, kenyataan jika mereka adalah saudara tiri, saudara sebapak (p. 122).
Penilaian saya pada karya Ilana Tan selalu lekat dengan percintaan yang membuat iri. Termasuk pada novel Autumn in Paris ini. Tema percintaan dijelaskan secara teratur, dimulai dari perkenalan di bistro, cerita-cerita yang dikirim Fujitatsu, jalan-jalan mereka ke museum, dan masih banyak kedekatan lainnya yang membuat level intim antara Victoria dan Fujisawa makin tinggi. Hubungan mereka saya sebut sebagai ‘cinta abu-abu’, sebab antara Victoria dan Fujisawa tidak ada kepastian hubungan, hanya dekat seperti pacaran. Apa ini yang sering disebut teman rasa pacar?
Di awal bab juga akan dijelaskan jika mulanya Victoria menyukai Sebastien –sahabat baik yang playboy, namun kode-kode Victoria tidak pernah dimengerti oleh Sebastien. Untuk hubungan ini saya sebut ‘cinta diam-diam’. Kehadiran Fujisawa membuat perasaan Victoria ke Sebastien menjadi jelas, sekadar rasa suka sebagai teman. Urusan kisah romantis, penulis memang ahlinya sehingga sisi percintaan romantis di novel ini tidak usah diragukan. Dibuktikan dengan penulis berhasil mengolah dua bentuk cinta yang penuh drama menghangatkan. Khusus untuk ‘cinta diam-diam’, sampai menuju akhir buku tidak ada ujung yang pasti. Saya sih berharapnya Victoria dan Sebastien jadi pasangan kekasih.
Yang membuat saya terkejut adalah konflik besarnya, incest atau hubungan sedarah. Kemudian yang saya pikirkan adalah bagaimana penulis akan membuat penyelesaian untuk konflik ini. Sebab, kasus incest bukan konflik yang bisa asal diselesaikan meski hanya dalam fiksi. Fakta jika Victoria dan Fujisawa bersaudara tiri dibuka oleh penulis di awal-awal bab. Tujuan penulis adalah untuk lebih dulu menggali luka-luka yang dialami Victoria, Fujisawa dan Jean Daniel Dumpont (ayah keduanya), kemudian membuat penyelesaian yang menguras air mata. Jika dikatakan penuh drama, saya bilang iya. Apakah ceritanya jadi berlebihan? Saya bilang tidak. Kadang perlu drama yang berlebihan atau lebay untuk menyelesaikan konflik yang tidak mudah diselesaikan, termasuk pada novel ini. Membicarakan incest akan melebar kemana-mana; nilai sosial, nilai agama, nilai psikologis, dan nilai keindonesiaan. Dan saya yakin pembaca akan ikut memikirkan nasib Victoria dan Fujisawa yang saling mencintai tapi mereka adalah saudara. Sehingga pantas jika novel ini dikatakan sebagai novel yang punya konflik berat.
Pengajaran dari konflik yang muncul adalah bagaimana cara menyikapi konflik tersebut. Penulis secara tidak langsung ingin mengatakan ‘masalah pribadi tidak seharusnya mengganggu urusan profesional’. Soalnya, kamu akan menemukan kejadian lost motivationpada diri Victoria dan Fujisawa ketika masalah besar menimpa dan itu berimbas pada pekerjaan mereka.
Ditambah, pembaca akan diingatkan untuk selalu berpikir positif. Ada dua kejadian yang menunjukkan pesan ini. Pertama, penilaian awal Victoria kepada Fujisawa ketika bertemu. Victoria memberi nilai kepada sosok Fujisawa yang akhirnya nilai itu berangsur-angsur meningkat. Kedua, pikiran dan pertimbangan Fujisawa untuk bertemu dengan ayah kandungnya. Ia menunda hingga setahun karena terbayang akan terjadi hal buruk dari reaksi sang ayah ketika akhirnya ia berterus terang. Namun hal buruk yang dipikirkankannya tidak terjadi.
Kekurangan novel ini terletak pada latar tempat yang tidak dilengkapi dengan data dan sejarah. Contohnya, ketika Fujisawa dan Victoria jalan-jalan ke museum Musee Rodin, penulis tidak menyinggung sejarah museum, karya-karya apa yang ada di dalamnya dan detail bangunan museum. Juga ketika Fujisawa dan Victoria naik ke puncak Arc de Triomphe, tidak ada penjabaran tempatnya seperti apa. Akibatnya, beberapa nama lokasi, gedung atau pemandangan yang disebutkan terasa hanya sebatas tempelan untuk menunjukkan setting di Paris. Nyawa Kota Paris-nya tidak sampai kepada pembaca.
Atau pandangan di atas hanya soal selera, sebab saya lebih suka novel yang memiliki detail dengan informasi-informasi yang mendukung beberapa objek di cerita.
Novel Autumn in Paris ini bisa menjadi pilihan bacaan bagi penikmat kisah romantis dengan konflik dan drama yang lebih banyak.
Rating dari saya: 3/5 bintang.
Tidak ada komentar