Breaking News

Makhluk Terbesar - Jarak Telinga dengan Pundaknya Saja Sejauh 700 Tahun Perjalanan


Sedudoshare‘Arsy Allah adalah makhluk Allah paling tinggi dan paling besar.  Berikut penjelasan tentang ‘Arsy tersebut.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

عَالٍ عَلَى عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ مَوْجُوْدٌ وَلَيْسَ بِمَعْدُوْمٍ وَلاَ بِمَفْقُوْدٍ

“Allah itu tinggi di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluknya. Allah itu ada, bukan suatu yang tidak ada, bukan suatu yang hilang.”

Penjelasan maksud dari Imam Al-Muzani

Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul—semoga Allah senantiasa menjaga beliau–menjelaskan maksud perkataan Imam Al-Muzani dalam Syarh As-Sunnah di atas:

“Allah itu menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya, di atas langit. Makna istiwa’ adalah al-‘uluw wa al-irtifaa’, yaitu tinggi. Maka Allah itu tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Ketinggian Allah ada secara mutlak dengan dzat-Nya dan sifat-Nya.

Allah itu bukanlah berada dalam makhluk. Makhluk juga bukan berada di dalam Allah. Allah itu bukan di bawah makhluk, bukan di kanan atau kirinya. Allah itu Mahatinggi di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluknya.

Pernyataan Al-Muzani “Allah itu ada, bukan suatu yang tidak ada, bukan suatu yang hilang” adalah sekadar pemberitaan dan itu dibolehkan. Lafazh pemberitaan seperti ini tidak diharuskan tawfiqiyyah (harus memakai dalil). Boleh memberitakan Allah secara makna seperti ini, walaupun tidak membawa lafazh yang ada dalam dalil. Para ulama menyatakan,

إِنَّ بَابَ الخَبَرِ عَنِ اللهِ تَعَالَى أَوْسَعُ

“Memberitakan tentang Allah itu lebih longgar.”

Maka dalam menceritakan tentang Allah, bisa dengan apa yang Allah sebutkan, bisa pula dengan apa yang disebutkan oleh Rasul-Nya, bisa pula dengan menceritakan tanpa ada dalil akan tetapi maknanya benar.” (Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 68)

Allah istiwa’ di atas ‘Arsy

Dalil yang menunjukkan Allah itu istiwa’ di atas ‘Arsy adalah firman Allah,

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰلَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ

“(Yaitu) Allah Yang Maha Pemurah. Yang istiwa’ di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS. Thaha: 5-6)

Apa itu makna istiwa’?
Makna istiwa’ sebagaimana dijelaskan oleh Abul ‘Aliyah dan Mujahid yang dinukil oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab sahihnya:

قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ ( اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ ) ارْتَفَعَ

Abul ‘Aliyah mengatakan bahwa maksud dari ‘istiwa’ di atas langit’ adalah irtafa’a (naik).

. وَقَالَ مُجَاهِدٌ ( اسْتَوَى ) عَلاَ عَلَى الْعَرْشِ

Mujahid mengatakan mengenai istiwa’ adalah ‘alaa (menetap tinggi) di atas ‘Arsy.

Abu Bakr Al-Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al-Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An-Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al-Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Para ulama sepakat (berijmak) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan, “Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijmak (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijmak ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.”  Lihat Al-‘Uluw li Al-‘Aliy Al-Ghaffar, hlm. 179. Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 194.

Imam Syafi’i berkata, “Perkataan dalam As-Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik, dan selainnya: ‘Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan lainnya. Lihat Itsbat Shifat Al-‘Uluw, hlm. 123-124.

Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al-Ghadadiy, beliau berkata, Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab,

نَعَمْ عَلَى العَرْشِ وَ لاَيَخْلُو مِنْهُ مَكَانٌ

“Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.” (Lihat Itsbat Shifat Al-‘Uluw, hlm. 116)

Allah tidaklah fana

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ , وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman: 26-27)

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabariy rahimahullah menyebutkan dalam kitab tafsirnya mengenai ayat di atas, “Semua yang ada di permukaan bumi dari jin dan manusia akan binasa. Sedangkan wajah Rabbmu yang penuh kebesaran dan kemuliaan (wahai Muhammad) tetap kekal.”

Ibnu Katsir Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Semua makhluk yang ada di muka bumi akan mati, begitu juga semua penduduk langit demikian pula kecuali yang dikehendaki Allah. Yang tetap kekal hanyalah wajah Allah yang mulia. Karena Allah Yang Mahasuci tidaklah mati, bahkan hidup dan kekal selamanya.”

Arsy itu makhluk Allah paling tinggi

‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

بَيْنَ السَّماءِ الدُّنْيَا والَّتِي تَلِيْهَا خَمْسُ مِئَةِ عَامٍ؛ وَبَيْنَ كُلِّ سَمَاءٍ خَمْسُ مِئَةِ عَامٍ، وَبَيْنَ السَّابِعَةِ وَالكُرْسِيِّ خَمْسُ مِئَةِ عَامٍ، وَبَيْنَ الكُرْسِيِّ وَالماَءِ خَمْسُ مِئَةِ عَامٍ؛ وَالكُرْسِيُّ فَوْقَ الماَءِ، وَاللهُ فَوْقَ الكُرْسِيِّ، ويَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ.

“Antara langit dunia dengan langit berikutnya berjarak lima ratus tahun, dan jarak antara masing-masing langit berjarak lima ratus tahun. Antara langit ketujuh dengan kursi berjarak lima ratus tahun. Sedangkan jarak antara kursi dengan air berjarak lima ratus tahun. Kursi berada di atas air, sedangkan Allah berada di atas Kursi. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya amal-amal kalian.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhid, hlm. 105; Al-Baihaqi dalam ‘Al-Asma wa Ash-Shifat, hlm. 401. Riwayat ini disahihkan oleh Ibnul Qayim dalam ‘Ijtima Juyusy Islamiyah’, hlm. 100 dan Adz-Dzahaby dalam ‘Al-Uluw’, hlm. 64. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 103)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

“Sesungguhnya di surga terdapat seratus derajat, Allah siapkan bagi para mujahid di jalan Allah. Antara dua derajat sebagaimana antara langit dan bumi. Jika kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah kepadanya surga Firdaus. Sesungguhnya dia adalah tengah surga dan yang paling tinggi. Di atasnya adalah ‘Arsy Allah, darinya mengalir sungai-sungai surga.” (HR. Bukhari, no. 2581)

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku dikabarkan oleh seseorang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Anshar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ ثُمَّ سَبَّحَ أَهْلُ السَّمَاءِ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ التَّسْبِيحُ أَهْلَ هَذِهِ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ الَّذِينَ يَلُونَ حَمَلَةَ الْعَرْشِ لِحَمَلَةِ الْعَرْشِ: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ؟ فَيُخْبِرُونَهُمْ مَاذَا قَالَ. قَالَ : فَيَسْتَخْبِرُ بَعْضُ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هَذِهِ السَّمَاءَ الدُّنْيَا

“Akan tetapi Rabb kita, yang nama-Nya mengandung sumber kebaikan dan keagungan, jika telah menetapkan sebuah perkara, maka (malaikat) para pembawa ‘Arsy bertasbih, kemudian bertasbih pula para penghuni langit, begitu seterusnya secara berantai hingga sampai kepada penghuni langit dunia. Kemudian mereka yang berada setelah para (malaikat) pembawa ‘Arsy kepada para (malaikat) pembawa ‘Arsy, “Apa yang dikatakan Rabb kalian?” Lalu mereka mengabarkan apa yang Dia katakan. Kemudian penghuni langit satu sama lain saling menanyakan kabar tersebut hingga akhirnya berita tersebut sampai ke langit dunia….” (HR. Muslim, no. 4136). Ini jelas sekali menunjukkan ‘Arsy itu di atas seluruh langit.

Besarnya ‘Arsy bisa dilihat dari besarnya malaikat yang memikulnya

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): ‘Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.’” (QS. Ghafir: 7)

Dalam ayat lain disebutkan,

وَالْمَلَكُ عَلَىٰ أَرْجَائِهَا ۚوَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ

“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (QS. Al-Haaqqah: 17)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُذِنَ لِى أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ إِنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِمِائَةِ عَامٍ

“Aku diizinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat Allah pemikul ‘Arsy, yaitu antara daging telinga dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan.” (HR. Abu Daud, no. 4727. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

‘Arsy Allah itu makhluk Allah yang paling besar

Dalam firman Allah Ta’ala,

ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ

“Yang mempunyai ‘Arsy, lagi Mahamulia.” (QS. Al-Buruj: 15). Menurut Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, al-majiid adalah sifat yang menunjukkan keluasan dan kebesaran. Demikian disebutkan dalam kitab tafsirnya. Jadi, al-majiid artinya Mahabesar, Mahaagung, dan Mahaluas.

Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyebutkan, “Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah itu punya ‘Arsy yang Maha Agung. Dan Allah itu Mahabesar, Mahatinggi dari setiap makhluk-Nya. Al-majiid sendiri ada dua cara baca.

Cara pertama, bisa dengan al-majiidu berarti Allah itu Mahamulia (Mahaagung).

Cara kedua, bisa dengan al-majiidi berarti ‘Arsy Allah itu yang begitu besar. Kedua makna ini sahih.”

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Allah itu pemilik ‘Arsy yang agung. Besarnya ‘Arsy itu seluas langit, bumi, dan kursi. Kursi dibandingkan dengan ‘Arsy seperti cincin yang dilemparkan di tengah-tengah tanah yang lapang. ‘Arsy disebutkan di sini karena ‘Arsy itu begitu besar. Dan ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling dekat dengan-Nya. Inilah penafsiran jika Al-Majiid dibaca al-majiidi.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’

مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْن ظَهْرَيْ فَلَاة مِنْ الْأَرْض

“Kursi itu berada di ‘Arsy, tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang pasir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Al-‘Arsy, 58; Tafsir Ath-Thabariy, 3/3/10; Tafsir Ibnu Katsir, 1:317, Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa Ash-Shifat, 510. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 130 dan Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 1:173).

Kursi adalah letak kedua kaki Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan ‘Arsy itu ibarat ranjang bagi raja, ini ditinjau dari sisi bahasa. Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi berkata bahwa ‘Arsy itu seperti ranjang yang punya tiang-tiang yang dipikul malaikat, itu seperti kubah bagi langit, dan ‘Arsy itu di atas seluruh makhluk, dan ‘Arsy itu berat sekali. Dalam dzikir pagi – petang disebutkan,

سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، وَرِضَا نَفْسِهِ ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

“Mahasuci Allah. Aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan ‘Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.” (HR. Muslim, no. 2726). Lihat Al-Qaul Al-Farid Fawaid ‘ala Kitab At-Tauhid, hlm. 541.

Kalau ‘Arsy saja begitu besar, bagaimana lagi dengan yang memilikinya, yaitu Allah Ta’ala. Subhanallah!

Semoga bermanfaat.

Source of Writing: Berbagai Sumber

Tidak ada komentar