Breaking News

Sawang Sinawang



SedudoshareSore itu, sepasang suami istri sedang duduk santai sambil menikmati kopi cangkir gula jawa gigit di teras rumah sederhana mereka. Ditemani sepiring pisang goreng yang masih mengepul asapnya hasil gorengan si istri sendiri. Mereka adalah petani yang hasilnya alhamdulillah cukup untuk kebutuhan hidup dan pendidikan sepasang anak kembarnya.

"Pak, Pak Parman dengar-dengar beli mobil baru ya?" Si istri, Bu Parti membuka obrolan dengan suami, pak Hadi.

" Katanya, iya, udah ada dua bulanan kok," jawab Pak Hadi santai.

"Waah, senangnyaa, bepergian tak perlu khawatir kehujanan dan kepanasan." Senyum Bu Parti semringah membayangkan keadaan dalam pikirannya.

"Beda dengan kita, kemanapun naik sepeda motor. Tetap basah kehujanan, bisa kepanasan." Suara Bu Parti berubah menjadi nada mengeluh.

Pak Hadi tidak terpengaruh oleh ucapan istrinya. Santai saja menanggapi
"Ya, Alhamdulillah. Siapa tahu suatu saat kita bisa nebeng di mobilnya."

"Bapak gak ada keinginan buat beli mobil gitu?"

"Sekarang kita pakai sepeda motor saja sudah cukup, Bu. Bahkan sepeda motor ada dua, siap mengangkut kita sekeluarga kemanapun tujuan kita."

"Tapi kan tetep bisa kehujanan dan kena terik matahari, Pak?
Beda kalau naik mobil. Cuaca bagaimanapun aman." Kukuh Bu Parti dengan pendapatnya.

"Pak Parman pakai mobil karena memang itu yang cukup untuk membawa seluruh keluarganya yang jumlahnya lebih dari lima. Sedangkan kita cuma empat orang, dua sepeda motor pas."

"Tapi kalau punya mobil dipandang itu wah, Pak, keluarga kaya."

"Bu, apa Ibu tahu? Bahwa Pak Parman sering mengeluh beratnya mempunyai tanggungan hutang di Bank untuk membeli mobil dan perlengkapan rumahnya yang terlihat mewah itu?"

Bu Parti terdiam.

"Sudahlah, Bu. Terima dan syukuri apa yang menjadi nasib kita. Semua sudah diatur oleh-Nya. Jangan merasa iri dengan keadaan orang lain. Bahkan kalau dipikir-pikir, naik sepeda motor lebih enak lho Bu, ketimbang naik mobil. Bisa melaju tanpa hambatan ketika mobil-mobil macet, juga bisa mencari jalan terabasan. Utamanya bisa untuk membantu kita yang petani ini."

"Tapi Ibu pingin suatu saat nanti keluarga kita punya mobil, Pak," rajuknya belum putus asa.

"Aamiin, berdoa ya, Bu. Semoga Allah kabulkan harapan Ibu. Sekarang kita sisihkan hasil panen kita untuk tabungan, biar bisa membeli mobil tanpa berhutang ke Bank."

Tiba-tiba HP jadul Pak Hadi yang tergeletak disamping TV berbunyi. Segera diambilnya dan kembali duduk bersama sang istri.

"Siapa yang telepon, Pak?"
"Bukan telepon, sms kok. Pak Parman ini."
"Ow, ada apa, Pak? Tumben sekali."
"Dia bilang sekarang sedang melihat kita ngobrol seperti ini dari rumahnya sana. Dia merasa kita sangat beruntung, bahagia. Bisa ngobrol santai dengan pasangan atau keluarga.
Sedang dia susah sekali mencari waktu untuk mengumpulkan anggota keluarga, maklum, sangat sibuk mereka,"jawab Pak Hadi.

Rumah dua keluarga ini memang berdekatan. Rumah Pak Parman agak ke depan, dekat jalan raya, dan rumah Pak Hadi agak ke dalam . Halamannya luas, karena digunakan untuk menjemur hasil panennya. mereka bisa saling memandang dari rumah masing-masing.

"Nah, paham kan, Bu?
Apa yang kita pandang pada orang lain belum tentu itu yang sebenarnya. Karena hidup itu sawang sinawang. Kita lihat dia bahagia, enak hidupnya. Padahal dia melihat kita yang hidup bahagia. Jangan memandang ke atas untuk urusan dunia agar tidak muncul iri dengki. Lihatlah kebawah agar tumbuh rasa syukur.
Tetapi boleh menengok ke atas untuk urusan agama dan akhirat, agar kita semakin giat beribadah. Semua sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Kita manusia hanya menerima dan menjalani bagian kita saja."

Bu Parti mengangguk paham.

"Iya, Pak, Ibu sadar sekarang. Terima kasih, ya. Maafkan kesalahan Ibu," ucapnya sambil memandang sang suami.
"Ibu gak salah, hanya pemikiran Ibu yang perlu diluruskan," jawab Pak Hadi.

"Sudahlah, waktunya terjun ke dapur. Mau bikin menu apa, Bu?" Lanjutnya balik bertanya.

"Bagaimana kalau kita motong ayam sendiri, Pak? Masak soto ayam. Biar nanti bisa berbagi dengan tetangga kanan kiri juga," usul Bu Parti pada Pak Hadi.

"Mantab itu, Bu," jawab pak Hadi tersenyum mengacungkan dua jempol tangannya.

Akhirnya Bu Parti pun membawa cangkir dan piring bekas minuman dan makanan yang baru saja mereka nikmati ke dapur. Sekaligus mulai menyiapkan bahan dan bumbu buat makan malam keluarga mereka.

🌱🌱🌱🌺🌺🌺💐💐💐

Begitulah sifat manusia, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau dan subur daripada tanaman kita sendiri.

Tidak ada komentar