Breaking News

Penjaga Lintasan Rel KA Tanpa Palang Pintu, Miris Lihat Kecelakaan, Terima Honor "Keikhlasan" dari Warga

Miris dan kasihan ketika melihat korban kecelakaan karena tertabrak kereta api menjadi motivasi lelaki ini untuk mengabdikan dirinya sebagai penjaga lintasan rel tanpa palang pintu di lintasan Jl Tlogosari Raya dan Jl Muktiharjo Raya. Ia rela berpanasan dan hanya menerima honor "keihklasan" dari pengguna jalan yang sering melintasi rel tanpa palang pintu. Bagaimana kisahnya?

KERINGAT mengalir cukup deras dari kening lelaki berkulit hitam yang siang itu tampak serius matanya menatap jauh ke ujung rel. Keringat yang membasahi kening, cukup dia usap dengan tangan. Kalung peluit bertali merah menggantung di lehernya.
Sesekali, ia menghampiri gubug kecil beratap terpal dan berpenyangga bambu untuk menuangkan es teh yang ada didalam teko plastik ke dalam gelas. Ada beberapa makanan yang tergeletak di gubug itu. Kacang rebus, tempe goreng dan kerupuk. Dua bungkus rokok juga dibiarkan tergeletak lengkap dengan korep api gas. Di tengah jalan, sebuah ember berada di atas bangku plastik. Di dalamnya, ada beberapa uang receh dan kertas.
Satiman (64), lelaki itu, tidak sendirian. Ia juga ditemani tetangganya, Samuri (56) dan Jumadi (53). Ketiganya merupakan warga Bangetayu Kulon RT 2 RW 4. Satiman sendiri menjaga palang kereta api secara khusus untuk arus mudik dan balik lebaran lalu (2014-red), setelah diminta oleh PT KAI dengan honor Rp 100 ribu per hari.
Karena miris melihat kecelakaan yang terjadi di beberapa lintasan tanpa palang, Satiman pun rela tidak lagi dibayar oleh PT KAI untuk tetap meneruskan menjaganya. Satiman juga membuat palang sendiri dari bambu yang diperoleh dari tetangga yang bekerja sebagai kuli bangunan dan diletakkan di sisi selatan untuk menutup arus lalu lintas dari Jalan Tlogosari Raya.
Andalkan Lampu
Ketika ada tanda-tanda kereta hendak lewat, ia pun dengan sigap segera menarik tali agar sepeda motor tidak bisa melintas. Sementara, untuk menutup arus lalu lintas dari sisi utara atau Jalan Muktiharjo Raya, Samuri atau Jumadi, secara bergantian menutup dengan berdiri di tengah jalan sambil merentangkan tangan. Kalau keretanya sudah melintas, palang sederhana itu baru dibuka. Ketika ada yang nekat melintas, mereka pun dengan sabar memberi nasehat, meski mengaku di dalam hatinya tetap jengkel.
''Betapa bahayanya ketika orang nekat melintas saat kereta api sudah dekat. Mendengar kabar kalau kemarin ada kecelakaan kereta api dengan mobil dan motor saja, lagi-lagi saya miris dan kasihan korbannya,'' tutur bapak empat anak dan kakek lima cucu itu, kemarin.
Satiman, Sumari dan Jumadi mengaku mulai berjaga pukul 06.00 hingga pukul 22.00. Sebelum dibantu Sumari dan Jumadi, Satiman mengaku kewalahan menyeterilkan perlintasan. Karena banyak masyarakat yang pulang dan berangkat bekerja atau sekolah melewati jalan tersebut. Apalagi, saat ini, jalur rel ganda di lintasan itu telah aktif.
''Kami sering diberi minum, makan dan rokok oleh warga yang melintas. Ada pula yang memberi uang dan langsung diletakkan ke dalam ember. Menjaga lintasan rel kereta tanpa palang ini memang ikhlas kami lakukan. Untuk mengisi masa tua agar bermanfaat bagi masyarakat,'' ujarnya.
Satiman, Samuri dan Jumadi pun ketika menjalankan aktifitasnya sebagai penjaga lintasan rel KA tanpa palang hanya mengandalkan lampu peringatan dari PT KAI dan melihat langsung ke ujung lintasan kereta yang datang. (KS)

Tidak ada komentar