Gaya Hidup yang Membuat Respon Dunia Atas Corona Lebih Heboh dari SARS
Petugas kesehatan menuntun warga kota Wuhan menuju RS setempat guna diperiksa apakah terinfeksi virus corona atau tidak | dok AFP/STR |
Sedudoshare - Badan Kesehatan Dunia, WHO, telah mendeklarasikan status darurat kesehatan global atas wabah virus corona yang berawal dari Wuhan, China.
Di China, virus tersebut telah menewaskan banyak orang dan menginfeksi -+12 ribu orang lebih. Wabah virus corona yang menewaskan hingga ratusan jiwa itu mengingatkan pada kasus virus SARS yang juga berawal dari China pada dua dekade lalu.
Kurun waktu 2002-2003 silam, wabah SARS menewaskan sekitar 800 orang di seluruh dunia
Namun, kepanikan global yang terjadi saat wabah SARS pada 2002 silam, tak sebanding dengan apa yang terjadi terkait wabah virus corona tahun ini. Negara-negara luar mencoba mengevakuasi warganya dari Provinsi Hubei, terutama Wuhan.
Bukan hanya itu, sejumlah negara seperti Singapura, Vietnam, hingga Amerika Serikat (AS) pun menetapkan larangan penerbangan dari dan ke Wuhan, serta tak menerbitkan visa bagi mereka yang berada di China setidaknya dalam dua pekan terakhir.
Mengapa respon Dunia lebih besar pada tahun ini atas wabah virus corona dibandingkan sebelumnya saat terjadi wabah SARS yang juga berasal dari China? Seperti dikutip AFP, setidaknya ada lima perubahan gaya hidup di China yang membuat hal tersebut.
A. Ledakan Perjalanan Wisata
Seiring peningkatan pendapatan warga China daratan, kegiatan tur wisata ke sejumlah wilayah maupun negara semakin tinggi dalam satu dekade terakhir.
Berdasarkan catatan Organisasi Pariwisata Dunia, turis China adalah salah satu sumber pendapatan besar dari sektor pariwisata banyak negara.
Pada 2018 saja setidaknya ada 150 juta perjalanan ke luar negara China. Jumlah itu 10 kali lipat lebih besar dibandingkan pada 2002 yakni hanya sekitar 16,6 juta perjalanan.
B. Media Sosial
Pertumbuhan populasi media sosial turut memperluas "ketakutan" akan virus corona. Di China saja pertumbuhan populas dunia maya cukup signifikan dalam satu dekade.
Dari semula 68 juta pada 2003 lalu, populasi daring China meningkat jadi 829 juta pada 2018 lalu.
C. Migrasi Bangsa
China menjadi salah satu negara mayoritas urban pada 2011 lalu. Biro Statistik Nasional China mencatat populasi migrasi internal menjadi dua kali lipat dari 2005 ke 2018 yakni mencapai lebih 240 juta
Setiap tahun, perjalanan mudik terbesar dunia, adalah saat pekerja-pekerja China di luar negeri yang pulang untuk merayakan Imlek. Dan, merebaknya wabah virus corona telah 'menyakiti' keceriaan Imlek 2020.
Baca juga: Inilah 37 Hoax Tentang Virus Corona yang Beredar di Internet
D. Pengawasan IT
Seiring peningkatan teknologi informasi (IT), ponsel pintar dan internet pun digunakan untuk menggali data pemerintah dan korporasi setiap harinya.
Terutama di China, di mana polisi bisa menggunakan data ponsel dan internet untuk mendapatkan informasi terkini, serta melacak kontak dekat pengguna moda transportasi umum dengan pasien suspect corona.
E. E-commerce
Bila dibandingkan saat SARS wabahnya merebak, perdagangan China bisa dikatakan belum menjadi raja akibat sistem perdagangan daring. Badan Perkembangan Industri PBB mencatat pada 2003 silam, tercatat hanya ada 0,07 persen kegiatan belanja secara daring.
Tapi, sekarang e-commerce, terutama barang yang dijual secara daring dari China, telah meningkat pesat. Bukan hanya perdagangan daring yang pengiriman barangnya antarwilayah di China saja, tetapi juga ke seluruh dunia (termasuk Indonesia).
Tentang barang impor China, Kemenkes RI sendiri, lewat Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Achmad Yurianto memastikan tak ada masalah dengan barang-barang impor dari China.
"Virus ini sama persis dengan benalu di pohon, parasit di pohon, benalu ini tidak akan pernah bisa hidup di pohon yang mati, jadi kalau pohonnya mati benalunya juga mati, demikian juga dengan virus ini, dia hanya bisa hidup di sel hidup," kata Achmad di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Senin (27/1) lalu.
Menurutnya tidak mungkin produk-produk asal China, seperti pakaian, elektronik, dan barang-barang lainnya bisa menularkan virus corona. Dia pun mengimbau agar masyarakat tak merasa takut berlebihan hingga menolak barang-barang impor asal China.
Achmad mengatakan justru yang harus diperhatikan saat ini adalah budaya dan kebiasaan sehat masyarakat Indonesia. Sebab, masyarakat sangat sering menggunakan tangan tanpa sering mencuci tangan tersebut.
Source of Writing: Putut Nugroho
Tidak ada komentar