Breaking News

Hukum Salam Menggunakan Isyarat Jari jemari, dan Telapak Tangan


Sedudoshare - Menyerupai orang lain dalam kondisi muncul tiba-tiba pada jiwa seseorang. Hal itu menunjukkan agungnya kecintaan kepada yang diserupai. Fenomena ini kebanyakan tidak sehat. Dimana syareat Islam telah memberikan perhatian yang sangat terkait dengan (umat Islam menyerupai orang kafir). Begitu juga Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah mengharamkan dengan tegas

Pertama :

Menyerupai orang-orang kafir adalah sesuatu yang terlarang dalam syariat, dan terdapat dalil yang shahih tentang larangan tersebut dalam hadits-hadits berikut ini :

Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

 لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)

Dari Umar radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

بعثت بين يدي الساعة بالسيف حتى يعبد الله تعالى وحده لا شريك له و جعل رزقي تحت ظل رمحي و جعل الذل و الصغار على من خالف أمري و من تشبه بقوم فهو منهم

“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombak-ku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)

Juga terdapat hadits dalam masalah menyelisihi kaum musyrikin yaitu dari Ibn Umar dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot, pendekkanlah kumis” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Ya’la ibn Syaddad ibn Aus dari bapaknya beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ

“Selisihilah kaum Yahudi karena sesungguhnya mereka tidak pernah shalat dengan memakai sandal mereka dan tidak pula dengan khuf mereka” (HR Abu Dawud, sanadnya hasan)

Al Albani rahimahullah telah menyebutkan sejumlah hadits tentang larangan menyerupai orang kafir dan perintah untuk menyelisihi mereka dalam kitab beliau “Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah” maka silahkan menelaah-nya bagi siapa yang menginginkan tambahan hadits dalam masalah ini, yaitu di poin syarat ketujuh dalam kitab beliau.

Kedua :

Sabda beliau shallallaahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka”, maksudnya dalam bentuk :
  • Berpenampilan dengan pakaian mereka
  • Berperilaku seperti gaya hidup mereka
  • Beretika dengan etika mereka
  • Berjalan di atas jalan hidup dan petunjuk mereka
  • Berpakaian seperti pakaian mereka
  • Dan mengikuti sebagian perilaku mereka (yang khusus)

Ini semua termasuk perbuatan menyerupai orang kafir yang sebenar-benarnya, karena adanya kesesuaian dalam perkara fisik maupun batin, maka (siapa yang melakukan perbuatan ini) termasuk dalam golongan mereka.

Sebagian ulama mengatakan, makna hadits tersebut adalah: barangsiapa yang menyerupai orang-orang shalih dan mengikuti mereka, ia akan dimuliakan sebagaimana orang-orang shalih dimuliakan Dan siapa yang menyerupai orang-orang fasiq, ia akan dihinakan sebagaimana orang-orang fasiq itu juga dihinakan. Dan siapa yang terdapat padanya ciri-ciri orang mulia, ia akan ikut dimuliakan walaupun belum tentu ia memang orang yang mulia.

Hendaklah diperhatikan bahwasanya kata “tasyabbuh” berasal dari wazan “tafa’ul” dalam bahasa Arab, yang bermakna muthawa’ah (menurut), takalluf (memaksa), tadarruj (bertahap atau parsial) dalam melakukan suatu perbuatan. Kata kerja dengan wazan ini mengandung faidah : Yaitu perbuatan tasyabbuh dilakukan sedikit demi sedikit, awalnya seseorang merasa terpaksa dengan perbuatan ini hingga lama-lama ia menurut dan terbiasa mengerjakannya. 

Sehingga dapat dikatakan : ‘barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia lama kelamaan akan tunduk kepada mereka!‘. Oleh karena itu dianjurkan agar setiap muslim tidak bermudah-mudahan dalam melakukan perbuatan sekecil apapun menyerupai orang kafir, karena ia adalah pintu menuju ketundukan kepada mereka. Dan kaidah saddud dzara’i, menutup pintu keburukan ialah suatu kaidah yang telah baku dalam syariat.

Ketiga :

Para ulama telah menjelaskan apabila orang fasiq dan orang yang tidak punya malu untuk berbuat maksiat, memiliki ciri khusus, dan terkenal dengan suatu pakaian maka terlarang hukumnya memakai pakaian tersebut. Karena dikhawatirkan orang yang tidak mengenali si pemakai tadi akan beranggapan bahwa ia termasuk orang fasiq tersebut, maka ia akan berprasangka buruk (su’uzhann) hingga berdosalah orang yang su’uzhan dan yang menjadi objek su’uzhan, disebabkan pandangan keliru tersebut. Akan tetapi apabila ia memakai pakaian tersebut tidak dengan maksud yang sama dengan yang ia tiru, maka hendaknya ia menyelisihinya (memakai pakaian lain). Karena secara fisik keduanya nampak sama, maka harap diperhatikan karena ini kaidah penting.

Sebagian ulama berkata : perkara menyerupai orang kafir bisa terjadi dalam perkara qalbiyyah, yaitu berupa aqidah, (pemahaman dalam masalah) kehendak atau iradah, dan perkara kharijiyyah (yang keluar dari panca indera) seperti perkataan dan perbuatan. Kadang bisa berupa ibadah bisa juga berupa adat kebiasaan.

Contohnya: makan, pakaian, tempat tinggal, pernikahan, pertemuan dan perpisahan, safar, bermukim, berkumpul, dan sebagainya. Hal ini karena antara fisik dan batin terdapat keterkaitan yang saling menyesuaikan.

Keempat :

Para ulama sepakat akan dibencinya menyerupai Ahli Kitab dan orang non Arab (‘ajam) dalam beberapa hal. Mereka telah menetapkan hukum perintah menyelisihi mereka Ahli Kitab dan non-Arab, dan larangan menyerupai orang kafir. Sebagian ahli ilmu berkata : Sungguh telah diutus Al Musthafa shallallaahu alaihi wa sallam dengan al hikmah, yaitu sunnah, syariat, manhaj yang beliau syariatkan manusia dengannya berupa perkataan dan perbuatan, untuk menjelaskan jalannya orang-orang yang dimurkai Allah (Yahudi) dan orang-orang yang disesatkan (Nasrani). Maka beliau perintahkan untuk menyelisihi mereka dalam ciri fisik dengan hadits ini.

Mafsadat yang timbul dari penyerupaan ini tidak nampak, yaitu bahwasanya kesamaan dalam hal fisik berpengaruh pada kecocokan antara dua belah pihak (yang menyerupai dan yang diserupai), dan ini kembali pada ada tidaknya kecocokan dalam hal akhlaq dan perbuatan, ini dampak konkritnya.

Maka barangsiapa yang misalnya mengenakan baju seorang ulama, akan didapati pada dirinya sedikit kesamaan dengan ulama tersebut. Barangsiapa yang mengenakan bajunya pembunuh akan didapati dalam dirinya adanya ciri kesamaan berupa akhlaq, kebiasaan, dan kesamaan, kecuali dalam kondisi tertentu.

Diantara alasannya : penyelisihan dalam hal fisik berkonsekuensi adanya perbedaan, dan perbedaan berkonsekuensi pada keterputusan hubungan dari kaum yang dimurkai dan disesatkan (Yahudi-Nasrani), dan dari sebab kesesatan mereka, serta menunjukkan adanya kaitan antara orang itu dengan kaum yang diberi petunjuk dan keridhaan (kaum muslimin).

Kesamaan dalam masalah fisik juga berkonsekuensi ketercampuran fisik, yang dapat menghilangkan perbedaan fisik antara kaum yang diberi petunjuk dan keridhaan (kaum muslimin), dengan kaum yang dimurkai atasnya dan kaum yang disesatkan (Yahudi dan Nasrani)

Itulah diantara sebab dan hikmah hadits-hadits tentang masalah tasyabbuh.

Kelima :

Hukum menyerupai orang kafir telah ditetapkan oleh sebagian ulama, diantaranya mereka berkata : Hadit “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut” minimal menunjukkan haramnya hukum menyerupai Ahli Kitab.

Menyerupai ahli Kitab secara total (yaitu dalam segala bentuk aspek) adalah haram dan berkonsekuensi bahwa pelakunya kafir. Misalnya orang yang menyerupai orang kafir dalam segala hal baik pakaian, kebiasaan, gaya hidup, etika, dan ahklaq. Adapun penyerupaan secara parsial dalam sebagian kebiasaan orang kafir, hukumnya adalah haram. Karena tasyabbuh berarti ikut mensyi’arkan kekafiran dan kemaksiatan mereka, itulah diantara hikmahnya.

Keenam :

Maksud menyerupai orang kafir yaitu menyerupai dalam hal-hal yang menjadi kekhususan mereka. Apabila suatu perkara bukan menjadi suatu ciri khusus mereka, maka kita disyariatkan untuk menyelisihi sifatnya saja. Contoh : memakai jam tangan. Jam tangan bukanlah ciri khusus orang kafir maka dalam hal ini boleh memakai jam tangan.

Adapun penyelisihan dilakukan dalam bentuk mengenakannya di tangan kanan, apabila mereka terbiasa mengenakannya di tangan kiri. Atau misalnya contoh dalam penggunaan kalender lunar, sebagai ganti kalender solar yang biasa mereka pergunakan. Dalam hal ini meskipun bukan termasuk bentuk menyerupai orang kafir karena bukan kekhususan mereka, akan tetapi kita tetap disyariatkan untuk menyelisihi mereka.

Ketujuh :

Perkara menyelisihi orang kafir lebih luas dari perkara larangan menyerupai mereka. Masalah tasyabbuh adalah terlarang hanya dalam perkara kekhususan mereka. Adapun perintah menyelisihi orang kafir, mencakup perkara khusus dan perkara yang bukan ciri khusus mereka. Maka agama Islam ini mengajarkan supaya seorang muslim berbeda dengan orang kafir dan fasiq di seluruh aspek, maka hendaklah kaum muslimin di zaman ini bersungguh-sungguh dalam menerapkan makna ini bagi agamanya!

Dan terkadang penyelisihan terhadap orang kafir itu harus dilakukan oleh seorang muslim atas sifat yang paling remeh, meskipun bukan dalam perkara yang menjadi ciri khusus mereka, sementara perkara tersebut justru dilakukan oleh kaum muslimin!

Ringkasan :

Batasan menyerupai orang kafir ialah dalam larangan menyerupai kekhususan mereka, maka haram hukumnya menyerupai mereka, baik dilakukan tidak dengan maksud menyerupai mereka, terlebih lagi yang dilakukan karena setuju dengan perbuatan mereka walaupun tidak dalam hal yang menjadi ciri khusus mereka. Syariat mengatur agar kaum muslimin menyelisihi orang-orang kafir dalam segala sifat.

Tidak ada komentar