Kacang Sangan Asin GRIS H Rindho Jadi Legenda Sebelum Nonton Bioskop
Yayuk Sri Rejeki, pedagang Kacang Sangan Asin GRIS di depan Paragon Mal Jl Pemuda tengah menanti pembeli. |
Berubahnya Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS) menjadi Paragon Mal yang ada di Jalan Pemuda ternyata masih meninggalkan jejak. Salahsatunya Kios Kacang Sangan Asin GRIS yang didirikan oleh H Rindho pada jaman dahulu. Bagaimana kisahnya?
GURIH, renyah, asin dan tanpa pengawet. Itulah resep utama usaha H Muhammad Ali Rindho yang kini diteruskan oleh anak-anaknya dalam membuat kacang sangan sejak gedung Gerakan Rakyat Indonesia Semarang (GRIS) masih berdiri kokoh 60 tahun lalu.
Sebelum menjadi GRIS, gedung yang sekarang menjadi Paragon Mal itu dahulu merupakan tempat para meneer dan mevrof Belanda untuk hangout dengan nama Societeit de Harmonie atau biasa disebut Gedung Harmonie.
Gedung itu kemudian dijual ke Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM). Karena ada sisa tanah di sebelahnya, masyarakat Kota Semarang pun iuran untuk membelinya dan dibangunlah GRIS pada 1950. Pembayaran gedung dilaksanakan dua kali, sebelum akhirnya lunas dan menjadi milik rakyat Semarang.
Gedung GRIS kemudian menjadi pusat hiburan warga saat itu. Salah satu hiburan yang jadi favorit masyarakat adalah wayang orang Ngesti Pandawa, yang meraih masa kejayaan pada 1970 hingga 1980-an.
Menurut H Rindho, sapaan akrab Muhammad Ali Rindho, 60-an tahun lalu, di sepanjang Jl Pemuda merupakan pusat hiburan Kota Semarang. Selain GRIS juga berdiri bioskop. Warga yang hendak menonton hiburan di GRIS maupun film di bioskop, terbiasa membeli camilan terlebih dahulu.
''Saya pun dulu berjualan camilan berupa kacang sambil dipikul, berjalan dari rumah ke depan GRIS. Tenaga saya masih kuat, karena dulu masih lajang. Kalau harga per contongnya dulu, saya lupa, masih gulden mata uangnya,'' tutur warga Jl Srikandi 322 Plombokan.
Akan tetapi, kejayaan GRIS tidak berlangsung lama setelah gedung itu tergusur dan menjadi sebuah mal. Tetapi, di antara penjual camilan pada masa kejayaan GRIS, tampaknya hanya Kacang GRIS lah yang masih bertahan hingga kini.
''Kalau pelanggannya kebanyakan warga Tionghoa dan masyarakat berusia 40 tahun ke atas. Yang muda hanya beberapa. Jenis kacangnya dari dulu juga sama, kacang kulit sangan dan kacang kupas,'' ujar Yayuk Sri Rejeki (38) menantu H Rindho saat ditemui di kios Kacang Sangan Asin H Rindho yang ada kini ada di depan Paragon Mal.
Kepindahan kios yang dulu berada di komplek GRIS pun menurutnya secara bertahap. Mulai dari proses perobohan GRIS hingga pembangunan Pragon Mal selesai. Akan tetapi, produk kacang yang diproduksi pun sejak dulu masih sama.
''Cara memasaknya menggunakan pasir bersih dan lembut yang sudah dicuci kemudian diberi garam beryodium berkualitas. Untuk bumbunya sendiri dicampur bawang yag juga pilihan,'' ujar ibu tiga anak itu.
Sementara itu, untuk harga, kacang kulit dengan berat 1 Kilogram dipatok Rp 38 ribu, sementara untuk harga kacang kupas Rp 44 ribu per kilogramnya. Sehari-hari, kata Yayuk, kacang yang terjual tidak menentu. Akan tetapi, setiap hari ia membawa stok kacang kulit 10 kilogram dan kacang kupas 5 kilogram.
''Kalau per bulan, bisa habis satu ton lebih. Karena, selain dijual di kios, kami juga melayani warga yang biasanya menggelar acara seperti pertemuan atau untuk lebaran,'' katanya.
Kios yang sekarang digunakan untuk berjualan pun sejak dulu, menurut Yayuk masih sama dengan yang digunakan H Rindho. Barbahan dasar papan jati, berukuran 2,5 meter x 1,5 meter.
Jika dahulu menggunakan penerangan petromax, kios yang buka mulai pukul 10.00 hingga 24.00 itu menggunakan peneragan lampu neon yang tersambung dari toko yang ada di belakang kios.
''Selain kacang, sekarang kami juga menjual kopi, es teh, roti dan jajanan kecil lainnya. Kalau dulu memang jualan kacang saja,'' imbuh Yayuk.
Tidak ada komentar