Breaking News

Logika Keluar dari Kelompok Islam, Maka Halal Darahnya, Lalu Matinya Mati Jahiliyah. Ini Adalah Cara Pandang Yang Tidak Bisa Dibenarkan



Sedudoshare - Tidak benar logika yang mengatakan kalau seorang muslim tidak ikut kelompok tertentu, dianggap telah kafir atau bukan muslim. Juga keliru pemahaman yang mengatakan bahwa siapa yang keluar dari suatu kelompok, maka dia telah keluar dari jamaah. Dan kalau keluar dari jamaah, maka keluar pula dari Islam. Dan kalau keluar dari Islam, maka halal darahnya, lalu matinya mati jahiliyah. Ini adalah cara pandang yang sesat dan menyesatkan, yang tidak pernah bisa dibenarkan.
___________________

Seperti kita ketahui bersama sekarang ini banyak jamaah-jamaah di dalam Islam, seperti salafiah, tarbiyah, Jamaah Tabligh dan sebagainya. 

Pertanyaan:

Harus memilih jamaah yang manakah saya, agar saya selamat dunia dan akhirat? Dan berdosakah saya jika tidak berjamaah? Sebab ada hadits yang menyebutkan agar kita berjamaah dan kalau tidak berjamaah tidak akan masuk surga.

Jawaban:

Hadits tentang wajibnya berjamaah itu memang benar. Hanya konteksnya di zaman sekarang ini perlu kita pahami secara benar.

Apakah benar bahwa siapa saja yang tidak ikut ke dalam kelompok-kelompok yang anda sebutkan itu, lantas dianggap tidak akan masuk surga? Apakah kelompok-kelompok itu representasi yang sah tentang sebuah jamaah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab. Mengapa?

Karena seolah-olah bila kita tidak memilih salah satunya, kita ini bukan umat Islam. Sebab ancamannya tidak akan masuk surga. Apakah seorang muslim tidak cukup hanya menjadi umat Islam saja, tanpa harus ikut-ikutan menjadi anggota sebuah kelompok jamaah tertentu?

Kelompok Bukan Representasi Jamaah Muslim

Sebenarnya berbagai macam kelompok umat Islam yang ada sekarang ini, sama sekali bukan representasi dari jamaah muslim yang banyak disebutkan di dalam hadits-hadits tentang jamaah.

Sebab kelompok-kelompok itu tidak ada mirip-miripnya dengan jamaah muslimin yang dahulu digagas dan dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW. 

Di antara beberapa perbedaan mendasar antara lain adalah:

1. Hanya Satu

Jamaah muslimin di masa Rasulullah SAW hanya ada satu saja. Maka di masa itu tidak seorang pun yang bertanya seperti yang Anda tanyakan sekarang ini. Tidak ada orang yang bingung harus ikut jamaah yang mana?

Sedangkan di masa kita sekarang ini, jamaah bukan cuma dua, tiga, empat, tetapi jumlahnya mencapai ribuan bahkan jutaan. Masing-masing mengaku sebagai jamaah yang paling benar, paling sesuai dengan Nabi, paling lurus, paling istiqamah dan paling-paling yang lain.

Dan apesnya, satu jamaah dengan jamaah yang lain saling menjelekkan dan saling membongkar kejelekan sesama. Tidaklah seseorang masuk ke suatu jamaah, kecuali dia akan 'didoktrin' untuk membenci atau setidaknya kurang simpatik dengan jamaah yang lain.

2. Setiap Muslim Otomatis Jadi Anggota Jamaah

Perbedaan yang kedua adalah bahwa di masa Rasulullah SAW, setiap orang yang masuk Islam atau menjadi bagian dari umat Islam, maka secara otomatis sudah resmi menjadi bagian atau anggota jamaah muslimin. Tidak ada seorang muslim pun yang dianggap bukan anggota jamaah muslimin.

Kalau ada orang Islam yang murtad atau keluar dari agama Islam, barulah mereka dianggap keluar dari jamaah muslimin. Oleh karena itu, meskipun ada orang-orang munafik di Madinah, namun status mereka tetap dianggap muslim. Dan otomatis mereka pun bagian dari jamaah muslimin.

Keadaannya amat jauh berbeda dengan apa yang kita lihat di zaman sekarang ini. Tidak semua orang yang beragama Islam dianggap otomatis menjadi bagian dari kelompoknya. Hanya mereka yang loyal dan mau jadi pendukung setia serta siap disuruh-suruh saja yang dijadikan anggota suatu kelompok. 

Dan lucunya, kalau sudah ikut suatu kelompok, biasanya tidak diperbolehkan lagi dekat-dekat dengan kelompok lain. Maka kita suka senyum-senyum sendiri ketika mendengar ada kader suatu kelompok dipecat oleh pimpinannya. Alasannya, karena kader itu terlalu dekat-dekat dengan kelompok lain. 

3. Tidak Ada Proses Pendaftaran

Di masa Rasulullah SAW, untuk menjadi bagian dari jamaah umat Islam tidak perlu harus mendaftarkan diri, apalagi harus ikut pelatihan atau program kaderisasi . Siapa saja yang masuk Islam, otomatis jadi bagian dari jamaah muslimin, tanpa harus lewat proses birokrasi, bahkan tanpa kartu anggota. 

Sedangkan di masa sekarang ini, jamaah-jamaah yang begitu banyak itu seringkali menerapkan sistem administrasi. Untuk masuk dan diakui menjadi bagian suatu kelompok, harus menjalani berbagai proses. Tetapi yang lebih sering adalah proses lobi dan kedekatan dengan pihak elit kelompok. 

Namun buat calon anggota yang punya kekuasaan atau kekayaan tertentu, biasanya para pemimpin kelompok akan berebutan menjadikan orang tersebut sebagai bagian dari kelompoknya. Kalau perlu diiming-imingi jabatan strategis, langsung duduk di jabatan yang paling bergengsi dalam struktur.

Maka hubungan jamaah dengan anggotanya mirip hubungan dagang. Anggota harus punya kontribusi yang besar dan berarti buat kelompoknya. Makin besar kontribusinya, makin tinggi kedudukannya. Dan makin rendah 'sumbanganya', makin anonim posisinya.

4. Tidak Perlu Baiat

Di masa Rasulullah SAW, bai'at bukanlah pintu gerbang untuk menjadi anggota jamaah muslimin. Pintu gerbangnya hanya satu, yaitu mengikrarkan dua kalimat syahadat.

Adapun bai'at Aqabah I, Aqabah II, Bai'at Ridhwan, sama sekali tidak terkait dengan keanggotaan para shahabat terhadap jamaah Rasulullah SAW. 

Berbeda dengan sebagian metode kelompok-kelpompok di masa sekarang ini yang menjadikan bai'at sebagai pintu gerbang untuk menjadi anggotanya. Kalau belum dibai'at maka dianggap belum menjadi anggota, hanya menjadi simpatisan semata.

Kalau bai'at itu hanya dijadikan semata sebagai proses menjadi anggota sebuah kelompok atau organisasi, mungkin tidak masalah. Tetapi kalau bai'at itu dipercaya sebagai bagian dari apakah seorang itu dianggap berjamaah atau tidak secara syar'i, maka pemahaman ini kontradiktif.

Sebab kalau ada orang tidak ikut dalam kelompok itu, apakah boleh dianggap sebagai orang yang tidak berjamaah sebagaimana hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW? Pemahaman ini akan menjerumuskan semua umat Islam sedunia ini sebagai bukan bagian dari umat Islam, karena 1, 5 milyar (1.500.000.000) umat Islam di dunia ini, tidak ada satu pun yang berstatus sudah berjamaah. Kecuali beberapa ribu orang yang berbai'at kepada jamaah itu.

Pemahaman seperti inilah yang pada gilirannya akan menggiring orang awam kepada pemahaman keliru tentang takfir. Seolah-olah, siapa pun yang tidak ikut ke dalam kelompoknya, berarti tidak berjamaah. Dan kalau tidak berjamaah, berarti akan masuk neraka. Dan kalau pasti masuk neraka, bukanka berarti kelompok itu sudah mengkafirkan seorang muslim?

Silahkan Ikut Kelompok

Apa yang kami sampaikan di atas bukan berarti kami melarang umat Islam untuk ikut aktif di berbagai kelompok yang ada. Sama sekali tidak, jangan salah tafsir dan emosi dulu.

Silahkan berjamaah, silahkan ikut berbagai macam kelompok yang ada. Yang penting, ketika aktif berjamaah atau berkompok-kelompok itu, jangan saling menjelekkan, jangan saling mencaci, jangan saling menghina dan jangan saling menuduh kafir antara sesama kelompok di tengah umat. 

Alangkah indahnya bila semua kelompok itu, yang mana saja, bisa duduk bersama serta saling bersinergi satu sama lain. Saling menghargai, saling menyanjung, saling mengagumi dan saling memberi. Bukan karena basa basi, tetapi harus lahir dari hati.

Jangan jalan sendiri-sendiri seolah-olah tidak merasa butuh dengan saudaranya. Bukalah pintu hati untuk keberadaan kelompok lainnya. Toh, tidak mungkin masalah umat Islam ini dikerjakan sendirian saja. Kita butuh banyak tenaga yang mungkin tidak kita miliki di dalam barisan kita sendiri. Mungkin tenaga itu justru ada di dalam kelompok lain. Maka tidak ada yang salah kalau kelompok-kelompok itu saling bekerja sama di semua bidang.

Tujuan mereka sama, yaitu berjuang membela agama Islam dan menjadikan Islam sebagai agama yang dianut dan dijalankan oleh umat.

Mengapa pula kita harus saling gasak, saling gesek dan saling gosok? Bukankah tindakan dan sikap negatif seperti itu malah bertentangan dengan karakteristik jamaah muslimin yang digagas oleh Rasululah SAW?

Jamaah Muslimin Yang Sesungguhnya

Kalau keberadaan kelompok-kelompok itu dianggap kurang relevan dengan jamaah muslimin seperti di masa Rasulullah SAW, lalu muncul pertanyaan : adakah sosok wujud jamaah muslimin yang ideal hari ini?

Jawabnya bisa ada bisa tidak. Kalau sekedar jamaah muslimin, tentu ada. Tapi kalau yang ideal, rasanya belum.

Jamaah muslimin hari ini ya kita semua ini. Semua muslim di dunia yang berjumlah kurang lebih 1,5 milyar ini adalah jamaah muslimin. Artinya, asalkan seseorang sudah beragama Islam, maka secara otomatis dia adalah bagian dari jamaah muslimin.

Tidak benar logika yang mengatakan kalau seorang muslim tidak ikut kelompok tertentu, dianggap telah kafir atau bukan muslim. Juga keliru pemahaman yang mengatakan bahwa siapa yang keluar dari suatu kelompok, maka dia telah keluar dari jamaah. Dan kalau keluar dari jamaah, maka keluar pula dari Islam. Dan kalau keluar dari Islam, maka halal darahnya, lalu matinya mati jahiliyah. Ini adalah cara pandang yang sesat dan menyesatkan, yang tidak pernah bisa dibenarkan. 

Yang benar adalah semua muslim di dunia sekarang ini adalah bagian dari jamaah muslimin. Dan jamaah muslimin tetap masih ada, cuma wujudnya kurang ideal. Kurang idealnya disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya : 

1. Keawaman Umat Islam Terhadap Agamanya (Al-Jahlu Anil Islam)

Di dalam tubuh jamaah muslimin saat ini, masih banyak orang Islam yang kurang mendapatkan akses untuk mengenal dan mendalami syariat Islam. Secara status sudah muslim dan bagian dari jamaah muslimin, tetapi secara kualitas, masih banyak yang harus diperbaiki.

Masih begitu banyaknya umat Islam yang belum bisa shalat, tidak mengerti tata cara wudhu, mandi janabah, hukum najis dan detail-detail syariah yang lain. Jangankan mengerti tafsir Al-Quran, membacanya saja pun masih terbata-bata dan tidak bisa-bisa.

Kemajuan ilmu-ilmu syariah di masa lalu dan warisan jutaan jilid kitab, tinggal kenangan manis saja. Para ulama sudah wafat duluan dipanggil Allah, yang tersisa hanya tokoh-tokoh agama tanpa ilmu. Penampilan luar memang agak mirip dengan ulama, tetapi ilmunya kosong. Majelis ilmu kemudian bermetamorfosis menjadi panggung lawak dan hiburan, walaupun masih ada bau-bau pengajian.

Bahasa Arab tidak dipakai lagi, bahkan para ustadz, kiyai, penceramah dan tokoh-tokoh agama pun tidak bisa berbahasa Arab. Maka mustahil mereka punya akses terhadap ilmu-ilmu syariah yang menjadi warisan tak ternilai harganya, karena mereka buta huruf dan tidak paham bahasanya. 

Sekolah Islam dan kampus milik umat Islam sudah tidak lagi mengajarkan detail syariah, kurikulumnya sudah lama berganti dengan kurikulum yang rendah mutunya. Wajar kalau alumni dan lulusannya masih terbilang sangat awam. Lalu bagaimana dengan sekolah dan kampus umum? Tentu jauh lebih awam lagi. 

Penghafal Quran masih cukup banyak, bahkan qari' dan qari'ah yang suaranya merdu dan nafasnya panjang masih terus bermunculan lewat beragam MTQ. Sayangnya, jarang sekali kita temukan tempat dilahirkannya para mufassir yang mengerti hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Al-Quran sebagai hafalan atau seni bacaan semakin digandrungi, namun sebagai ilmu yang menjelaskan hukum dan aturan Allah, sudah lama ditinggalkan. 

2. Perpecahan, Keretakan dan Terurainya Tali Persaudaraan (Al-Furqah wa At-Tafakkuk wa Inhilalurrawabith)

Salah satu hambatan utama dalam tubuh jamaah muslimin sekarang ini adalah perpecahan internal dalam tubuh umat Islam. Tiap orang yang punya massa bikin kelompok sendiri-sendiri, dimana masing-masing membanggakan kelompoknya dan menjelekkan kelompok lain. 

Berkelompok itu tidak dilarang, tetapi saling menjelekkan itu haram, apalagi saling menyakiti dan merasa paling besar sendiri, jauh lebih haram lagi. 

Berbagai kelompok umat Islam itu kadang dimotori oleh elit yang rajin memprovokasi anggotanya agar selalu membanggakan diri. Slogannya adalah : mari kita besarkan kelompok kita.

Perjuangan dan jihad yang dilakukan bukan lagi semata demi keseluruhan umat Islam, tetapi dibatasi hanya untuk kelompoknya saja. Memperjuangkan kelompok sudah dianggap memperjuangkan Islam. Konyolnya, menggebuki kelompok lain, juga dianggap jihad dan perjuangan.

Masing-masing kelompok mendirikan amil zakat dan lembaga infaq sendiri-sendiri. Biar kalau ada yang berzakat, infaq atau sedekah, bantuannya tidka disalurkan kepada semua umat Islam, tetapi khusus hanya untuk fakir miskin yang berafiliasi kepada kelompoknya.

Bahkan tiap kelompok mendirikan lembaga fatwa sendiri-sendiri. Lembaga ini tidak didirikan demi kepentingan seluruh umat Islam, tetapi khusus hanya untuk kepentingan kelompok.

Prinsip yang berkembang adalah jam'iyah qabla islam. Untuk kepentingan kelompok kita dulu, baru nanti kalau ada sisanya buat di luar kelompok. 

3. Elit Berebutan Kekuasaan Duniawi (Mushara'atul Hukkam 'alad-Dunia)

Umat Islam semakin lemah lagi ketika para penguasa dan elitnya tidak pernah berhenti dari memperebutkan jabatan dan kursi kekuasaan. Alasannya kadang lucu dan aneh, logikanya pun susah dipahami. 

Kalau bukan saya yang jadi penguasa, maka penguasa lain pasti kafir atau sekuler. Maka apapun yang terjadi, saya harus jadi penguasa. Karena cuma saya satu-satunya orang di dunia ini yang bisa menjamin tegaknya Islam. Tanpa saya, Islam akan hancur. Bila saya tidak berkuasa, Islam pasti lenyap. 

Sekilas kalimat di atas sangat menyentuh, ngakunya si calon penguasa ingin menegakkan Islam dan hukum-hukumnya. Tetapi ketika ada syarat bahwa yang berkuasa itu harus dirinya dan tidak boleh orang lain, maka kalimat itu jadi amat memalukan.

Bayangkan kalau semua tokoh dan elit umat Islam punya pemikiran seperti ini, maka perebutan kekuasaan sesama umat Islam tidak akan pernah berhenti sampai kiamat. Selain itu saling tuduh kafir dan sekuler pun tidak akan pernah ada habisnya.

Padahal semuanya beragama Islam, semuanya mengaku umat Rasulullah SAW. Qurannya sama, haditsnya sama, syahadatnya sama, tetapi demi segenggam kekuasaan, rela dan ridha untuk melukai sesama saudara sendiri, bahkan kalau perlu semua orang harus berkorban nyawa demi kekuasaannya. 

Kesimpulannya, jamaah muslimin sudah ada tetapi banyak sekali penyakit di dalamnya. Kewajiban kita sekarang ini bagaimana mengatasi penyakit itu dari diri kita masing-masing. Kelompok-kelompok itu tetap kita biarkan eksis, karean biar bagaimana pun tetap banyak guna dan manfaatnya.

Tetapi paradigma dan cara berpikir para pemimpin dan anggotanya harus mulai berubah menjadi lebih baik dan produktif. Biar keberkahan kita berjamaah dengan sesama muslim bisa kita gapai bersama.

Semoga Allah SWT menyatukan umat Islam seluruhnya ke dalam satu barisan di belakang bendera Rasulullah SAW, serta saling mengasihi satu sama lain, amin.

Baca juga; Rahasia Doa Nabi Yunus Dalam Perut Ikan Paus

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada komentar