Breaking News

Kajian Surat Al-Baqarah Ayat 282 hingga 283 by H.Shobirun Ahkam


ldiijogjaMulya-abadiSebetulnya Allah mengajarkan, “Agar Para HambaNya Selalu Rukun," mementingkan persatuan dan kerja-sama. Agar membuahkan rohmat dan kekutan maksimal.
Tentang itu, Abu Dawud meriwayatkan Sabda nabi SAW:
«إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا».
Baca:
Innallaaha yaquulu Ana tsaalitsus syariikaini maa lam yakhun achaduhumaa shoochibahu fa idzaa khoonahu khorojtu min bainihimaa.
Artinya:
Sungguh Allah berfirman, “Aku yang menigai dua orang bersyarikat, selama satunya tidak mengkhianati sahabatnya. Jika dia telah megkhianati, Aku keluar dari mereka berdua.”
Jika Allah menigai mereka berdua, pasti ‘kekuatan mereka dahsyat’.

Syaikh Ubaidah pernah berkata, “(Ndah ebo apike lamun usaha Jamaah dijamaahke) betapa hebatnya jika Jamaah bisa membangun ekonomi,” maksudnya begitu. 
Beliau bukan hanya berbicara. Bahkan telah membangun usaha-bersama keluarga, yang dinamai Syarikah.
Putranya bernama Haji Abdudz Dzohir juga meluncurkan program Kerja-Sama yang disebut UB (Usaha Bersama). Walau di beberapa tempat hasilnya belum maksimal, namun beliau tetap berjasa, karena tujuan baiknya. 
Bermacam-macam pendapat mengenai sebab gagalnya UB. Bahkan di antara mereka, berbicara lebih jauh lagi hingga keluar batas, “Setiap saya punya karyawan saudara seiman, justru hasilnya tidak baik?.”
Ada lagi yang bilang, “Kalau saya sudah nggak mau kerja-sama, dengan saudara seiman.” 
Pernyataan seperti ini, jelas kurang baik, dan belum tentu benar.

Beberapa orang menyatakan, "Yang paling baik di antara mereka, yang mengkaji, menghayati, lalu mengamalkan surat Al-Baqarah ayat 282 hingga 283. Ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an dan terusannya itu, membahas ‘hutang rembuk ilmiyah’, yakni ajaran dasar  usaha bersama. Karena ‘usaha bersama’ pasti ada hutang rembuk."
Tina berkata, “Kalau ayat itu hanya membahas hutang biasa, tentu tidak sepanjang itu. Bahkan ayat itu, ditambah lagi untuk melengkapi ‘Ajaran Usaha Bersama’.”
Dila dan Tengah menjawab, “Betul,” hampir bersamaan.
Liti berkata, “Tirmidzi juga menjelaskan begitu dalam Haditsnya:
'Setelah ayat itu turun' nabi bersabda ‘sebetulnya yang pertama kali hutang rembuk’ justru Adam AS. Setelah diusap punggungnya oleh Allah, maka (ruh) anak cucu Adam yang akan lahir sebagai manusia, sama keluar. Umur mereka tertulis di antara dua mata.
Ketika melihat wajah Dawud bersinar terang, Adam AS terkejut, hingga berdoa ‘ya Allah, siapakah dia?’. 
Allah berfirman ‘(calon) cucumu bernama Dawud’. 
Adam berdoa ‘berapa umurya?’. 
Allah berfirman ‘60 tahun’. 
Adam berdoa ‘ya Allah tambahilah’. 
Allah berfirman ‘ketentuannya sudah begitu, kecuali kalau kamu mengikhlaskan sebagian umurmu, untuk Aku tambahkan padanya’. 
Adam berdoa ‘umur saya yang 40 tahun, saya berikan padanya’. 
Allah menyuruh beberapa malaikat, agar ada yang menulis, dan ada yang menyaksikan.
Setelah Adam hidup di bumi selama 960 tahun, malaikat maut datang untuk mencabut nyawanya. Adam berkata ‘kamu tergesa-gesa. Umur saya masih 40 tahu lagi’. 
Malaikat menjawab, dalam ‘Hutang Rembuk’ dulu, kau berikan calon cucumu bernama Dawud AS. 
Adam membantah ‘nggak mungkin! Hutang Rembuk, kok memberikan umur’. 
Malaikat pun mendatangkan penulis dan saksinya, hingga Adam AS malu. Sebetulnya mulai sejak itu, manusia diperintah agar menulis dan mempersaksikan Hutang Rembuk.”

Tengah berkata, “Sebetulnya dalam Hadits Nasa’i, ada contoh surat perjanjian kerjasama yang disebut mudhorobah dan lainnya.”
Elan berkata, “Tapi surat perjanjian yang di sana, kurang komplit, jika diterapkan pada selain bangsa Arab. Karena kaidah bahasanya berbeda dengan kita. Dalam surat perjanjian itu, ada huruf lam nafyiatul jinsiyahyang artinya ‘tiada sama sekali’, namun maksudnya ‘tidak boleh’ sama sekali. Dan empat poin ‘untuk fihak’ pertama maupun kedua, juga tidak dijelaskan secara tegas. Yang lebih pas, contoh dalam Hadits tersebut, sebagai contoh ‘hutang rembuk agar ditulis’. 
Surat Al-Baqarah Ayat 282 hingga 283 agar dihayati lagi, karena pasal hak, kewajiban, waktu dan jaminannya, dibahas semuanya: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282) وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283).”

“Hai khusus kaum yang telah beriman! Apabila kalian berhutang piutang hingga tempo yang ditentukan, maka tulislah!’.”
Yu Sane berkata, “Itu pasal 'Hutang Rembuk' yang telah ditentukan, agar ditulis ketentuan tempo (waktu)nya. Karena keadaan bisa berubah mengikuti kehendak yang Maha Kuasa. Dan tempo (waktu) di sini bisa diperjelas agar semakin baik. Agar nantinya tidak terjadi perselisihan. Agar rukun, dan hasilnya sesuai dengan rencana. Misal kesalahan sederhana: Anda berkata pada Bejo ‘Jo! Buatkan rumah untukku senilai 4 M! Gambarnya ini! Mulai tanggal 17 Agustus! Upahmu sekian! Terserah rampungnya kapan-kapan’. Ini jelas membahayakan kerukunan, karena ada rembuk yang belum jelas.”

“Dan hendaklah juru tulis di antara kalian, menulis dengan adil! Juru tulis jangan menolak menulis (hutang rembuk)! Seperti yang telah Allah ajarkan padanya! Hendaklah dia menulis!.”
Dila berkata, “Itu petunjuk praktis agar nantinya tidak bertengkar, dan bahwa tulisan ‘hutang rembuk’ penting. Sampai perintah itu diulang 3 X :
1.      Hai kaum yang telah beriman! Ketika kalian berhutang-piutang hingga tempo yang ditentukan, maka tulislah! (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ).
2.      Hendaklah penulis, menulis dengan adil! Pada (hutang rembuk) antar kalia! (وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ).
3.      Penulis jangan menolak menulis! Sebagaimana (Allah) telah mengajar padanya. Hendaklah dia menulis (hutang rembuk tersebut)! (وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ).
Bahkan di ayat setelahnya, dijelaskan mengenai jaminan. Karena mengenai kewajiban atau hutang, manusia cenderung lupa menetapi atau melunasi.” 

“Dan hendaklah orang yang berkewajiban menunaikan hak (dan kewajiban), membaca! Namun hendaklah takut pada Tuhannya! Jangan mengurangi (dalam pembacaan) hak (dan kewajiban)! Sedikitpun!.” 
Sampai di sini ada petunjuk dari Allah, mengenai penulisan isi rembuk berupa:
1.     Tempo (waktu). Memang sababunnuzul ayat ini, karena para sahabat Rasulillah SAW, melakukan usaha bersama yang disebutAssilmu atau Assilfu. Namun pengertian ini harus dikaji lagi dengan cermat. Karena keadaan telah berubah, ‘tempo’ di sini bisa diperjelas sampai detail. Misal tempo ‘rumah yang akan dibangun’ ini, akan dimulai tanggal berapa? Selesai tanggal berapa? Arsiteknya mengecek tiap berapa hari? Para pegawai akan bekerja mulai jam berapa hingga kapan pulang? Dan seterusnya. Karena ada ‘usaha bersama’ yang temponya nggak dibatasi, wal-hasil kurang baik. Mungkin karena payah sebelum melaksanakan. Sebaiknya dibatasi ‘usaha bersama’ ini berlaku setahun, atau yang wajar.
2.     Hak. Yang telah lalu, kebanyakan Jamaah tidak menuntut hak, dalam usaha bersama. Buktinya ketika pulang dari MPPS, walau uang laba atau hak yang dikantongi hanya sedikit, mereka tetap ridho.
3.      Dan hak kewajiban. Semuanya harus ditetapi. Berarti dua belah fihak (merumuskan dan) membaca semuanya.” Mestinya usaha bersama dilakukan oleh dua fihak yang jelas. Tapi kenapa dalam Jamaah, dua fihak, semuanya menanam saham? Bukankah akan lebih tepat jika ‘ada fihak penanam saham, dan fihak pengelola usaha?’ Pertanyaan ini bukan menentang kebijakan atau perintah. Tetapi bermuatan husnudzzon agar Allah merubah yang lebih indah. Karena setelah mengajarkan Ilmu ini, Allah menyatakan tiga pernyataan yang akan dijelaskan di bawah.
Iti berkata, “Memang biasanya, Syaitan menggoda orang yang kerjasama, agar tidak rukun, melaui empat jalan:
1.     Waktu.
2.     Hak.
3.     Kewajiban.
4.     Tiada janji tertulis dan jaminan yang mengikat.”

Tengah bertanya, “Kalau pelaku ‘usaha bersama’ atau hutang rembuk, tuna netra atau tidak mampu membaca?.”
Elan dan Iti menjawab serempak, “Yang itu diterangkan pada kalimat ayat selanjutnya yang artinya: 'Jika yang berkewajiban mewujudkan hak (dan kewajiban) bodoh atau lemah, atau tidak mampu membaca, maka hendaklah walinya yang membacakan, dengan adil.” 
Iti bertanya, “Mana dalil yang menunjukkan bahwa ‘Al-Haqqu (الْحَقُّ) dalam ayat itu, adalah 'hak sekaligus kewajiban?'.”
Liti menjawab, “Al di dalam Al-Haqqu (الْحَقُّ), ‘ahdiyah yang menjelaskan bahwa ‘dialah’ yang di depan disebut bidainin (بِدَيْنٍ) ‘pada hutang rembuk'. Namun ternyata Al-Haqqu (الْحَقُّ) di sini, lalu diartikan 'hak dan kewajiban' berdasarkan Firman ‘shoghiiron aw kabiiron’. Dalil pemerkuat uraian ini, pada kalimat di bawah nanti:
Dzaalikum aqsathu inda Allahi waaqwamu lissyahaadati waadnaa anlaa tartaabuu (ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا). Artinya nanti.”

“Dan persaksikan pada dua saksi! Dari kaum lelaki kalian! Jika tiada (saksi) dua lelaki, maka seorang lelaki dan dua wanita, dari para saksi yang kalian ridhoi! Jika seorang dari duanya salah, agar lainnya mengingatkan pada satunya.”
“Para saksi jangan menolak, ketika diundang!’.”

Dila berkata, “Itu Petunjuk Allah, demi tegaknya kerukunan, dan (pelajaran) hukum (mendatangi undangan penyaksian) wajib kifayah. Artinya jika sudah ada saksi yang cukup, maka yang lain sudah tidak berkewajiban.”

Tengah berkata, “Guru saya mengatakan bahwa ayat ini mansukh, oleh ayat bawahnya ‘fa in amina’ dan seterusnya.” 

Liti menjawab, “Justru pemansukhannya sebagai penegasan pentingnya 'menjunjung amanat dan kerukunan'. Artinya untuk menunjukkan bahwa hukumnya wajib kifayah. 
Ibnu Katsir menulis:
معناه: إذا دعوا للتحمل فعليهم الإجابة، وهو قول قتادة والربيع بن أنس.
Artinya:
Maknanya ‘ketika diundang’ untuk mengamalkan petunjuk ini, mereka berkewajiban ‘melaksanakan’, terang dua murid Anas bin Malik RA, Qatadah  dan Ar-Robi’ bin Anas.”

“Dan jangan bosan menulis (tiga poin) hak! ‘Kecil maupun besar!' Hingga (poin keempat) ajal (waktu)nya. Demikian itu:
1.     Lebih adil di sisi Allah.
2.     Lebih menegakkan pada persaksian.
3.      Dan lebih mendekatkan ke agar kalian tidak ragu-ragu.
Kecuali jika (hutang rembuk ini) perdagangan yang kalian putar antar kalian, maka tiada dosa atas kalian ‘jika tidak kalian tulis’.”

“Dan persaksikan ketika kalian jualan!.”
Yu Sane berkata, “Kwitansi, nota, termasuk saksi.” (Ayat ini mansukh oleh Ayat terusannya 'fain amina'). Yakni dimansukh dengan ajaran yang lebih baik.

“Penulis maupun saksi, jangan dimadhorotkan!” Maksudnya jangan dipersulit atau diperberat.
“Jika kalian melakukan (memperberat), maka kefasikan melanda kalian. Takutlah pada Allah! Allah mengajarkan (ilmu ini) pada kalian. Dan Allah Maha Tahu tentang segala sesuatu.”
Ada yang berkata, “Meskipun telah menulis dan mempersaksikan poin-poin perjanjian kerjasama, kalau berniat jahat, ya akan kabur membawa hak milik orang lain. Dia nggak peduli perjanjian.”
Liti menjawab, “Maka dalam ayat selanjutnya, Allah berfirman: Jika kalian di dalam bepergian, tidak menjumpakan penulis, maka (agar ada) jaminan yang diserahkan. Jika sebagian kalian merasa aman (percaya) pada sebagian, maka yang diamanati hendaklah mendatangkan amanatnya. Takutlah pada Allah Tuhannya! Jangan menyembunyikan persaksian! Barang siapa menyembunyikan maka hatinya berdosa. Dan Allah Maha Tahu pada yang kalian amalkan.”
Beberapa orang berkata, “Betul, meskipun kalimat ayat itu menjelaskan'jika kalian di dalam bepergian, dan tidak menjumpakan penulis, maka (agar ada) jaminan yang diserahkan'. Namun dalam praktik penyerahan jaminan, 'bukan hanya' di saat bepergian dan tiada penulis. Karena ini Ajaran Tuhan, agar aman dari penipuan.”
Yang lain menjawab serempak, “Betul!.”

Bento dan Sastro bertanya, “Bagaimana jika kita justru dirugikan atau kurang puas dengan pasal-pasal yang terlanjur kita tulis dan kita setujui?.”
Tengah dan Tina menjawab, “Kalau perlu, pastikan ada pasal perubahan atau penyempurnaan yang disetujui bersama! Agar punya alasan merubah aturan yang merugikan atau kurang puas. Dengan begitu kalian justru punya kesempatan bertemu rekan usaha dan musyawarah secara baik-baik, untuk membenahi pasal-pasal perjanjian tersebut. Agar menambah kerukunan dan kekompakan."
Liti berkata, "Nasehat yang tertulis dalam Pengajian Akbar, bulan September 2011 halaman 6 nomer 5 : Kita sebagai Muslim, supaya berbudi luhur, berakhlaq karimah. Jangan budi asor. Untuk menjaga nama baik diri, keluarga, dan masyarakat. Agar semua tambah lancar. Kalau budi asor, akan jatuh, keluarga ikut menanggung malu, dan masyarakat atau pengajian, dijelek-jelekkan.
Contoh budi luhur: Di suatu perusahaan, melaksanakan prinsip kerja yang tepat: BENAR, KURUP, JANJI. Maka dia akan dipercaya oleh semuannya, akhirnya diberi kedudukan terhormat. Keluarganya pun ikut terhormat, masyarakat atau pengajiannya juga dinilai baik. Hingga akhirnya urusan dan semuanya lancar."
Beberapa orang berkata, "Agar berdampak baik, maka pasal-pasal usaha bersama dirumuskan dan ditulis, oleh dua belah fihak."
Fulan dan fulanah bertanya, “Apa yang menyebabkan orang justru kecewa dan tidak rukun setelah kerjasama?.”
Yusane menjawab, “Biasanya syaitan menjebak agar orang tidak rukun melaui 4 poin:
1.     Imbalan atau fasilitas (hak).
2.     Kewajiban.
3.     Waktu.
4.     Ikatan berbentuk perjanjian tertulis dan atau ada jaminan.
Dan jika dua ayat ini dihayati, 4 poin itu sudah ada semuanya, tinggal didetailkan. Agar semuanya jadi baik dan amanat bisa dijalankan."
Ada tiga dalil penting yang biasanya terabaikan:
1.     ‘{وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ} [البقرة: 282]’ Allah mengajarkan (Ajaran) ini pada kalian. (Apa ada yang lebih hebat daripada Ajaran Allah?).
2.     ‘{وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [البقرة: 282]’ Allah Maha Alim mengenai segala sesuatu. Artinya jika Allah berbuat atau berfirman, pasti berdasarkan ilmu atau kebenaran. Dan usaha bersama ini termasuk sesuatu yang diperhatikan oleh Allah.
3.     ‘{وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [البقرة: 283]’ Allah Maha Alim mengenai yang kalian lakukan. Artinya kalau melakukan sesuatu harus berdasarkan Ilmu atau Ajaran Allah.

Tidak ada komentar