Info Kesehatan Part 4
Mitos dan Sensasi Daging Kambing
“Hei, jangan kebanyakan makan daging kambing, nanti sakit maah!” Mendengar kata maah, yang terpikir langsung penyakit maag atau lambung, yang gejalanya sungguh tidak mengenakkan itu. Rupanya, si penutur hanya bergurau, berkat makan sate kambing, gulai, atau tongseng, apalagi dicampur “torpedo”-nya, kaum pria dijamin malam-malam akan membangunkan istrinya yang sedang tidur: Maah… Maah… Bangun Maah!”
ITU hanyalah anekdot yang dilatarbelakangi asumsi, bahwa daging kambing atau masakan olahannya bisa meningkatkan gairah pria begitu tingginya sampai ia harus membangunkan istrinya malam-malam. Entah bagaimana ceritanya, daging kambing dipercaya mempunyai kemampuan afrodisiak. Yang jelas anggapan itu sudah lama berkembang di masyarakat. Setelah makan sate kambing setengah matang, seorang pria jadi perkasa di hadapan istrinya. Pantesan Pak Darno, yang sudah berumah tangga sepuluh tahun lebih itu, sering minta istrinya membeli sate kambing sampai belasan tusuk. Sayangnya, Bu Darno nggak mau buka mulut kalau ditanya dampak yang dirasakannya setelah sang suami melahap sate kambing. Mungkin saja Pak Darno termasuk salah satu “korban” mitos daging kambing sebagai afrodisiak. Atau, korban “kuku bima”, kurang kuat bini marah. Namun, siapa tahu dia punya bukti empiris soal khasiat daging ternak ini. Hehe.
Kalau diamati, secara fisik sekerat daging kambing tak jauh beda dibandingkan dengan daging merah lainnya dari domba, sapi, dan kerbau. Dibandingkan dengan daging domba umpamanya, keduanya sama-sama bertekstur halus. Warna dagingnya pun tak terlalu berbeda meskipun daging kambing biasanya berwarna lebih pekat. Kandungan gizinya, seperti protein, lemak, dan karbohidrat, juga tak jauh berbeda. “Komposisi gizi semua daging (merah) kurang lebih mirip-mirip. Perbedaan ada, tapi tidak terlalu jauh,” jelas Dr. Muhilal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor. Perbandingan kandungan asam lemak jenuh daging kambing dan daging sapi umpamanya, sangat sedikit perbedaannya. Begitu pula, asam lemak tak jenuhnya.
Perbedaan mencolok dengan daging ternak lain justru aromanya. Daging domba, sapi, atau kerbau beraroma amis saja, sedangkan daging kambing beraroma menyengat (orang Jawa bilang prengus). Selain itu, lemaknya lebih putih dan keras. Kalau banyak orang suka sate kambing setengah matang, sebenarnya itu lebih menyangkut selera. Nilai gizinya tak terlalu berbeda dengan yang matang betul. “Justru yang telah mengalami proses denaturasi (perubahan dari mentah menjadi masak, Red.), proses pencernaannya lebih mudah. Yang baik ya yang sedang, jangan terlalu mentah atau sampai hangus,” tambah Muhilal.
Munculnya pengaruh pada kaum pria, mungkin karena faktor sugesti dari mereka yang mengkonsumsi sate kambing. “Kalau sudah terkena sugesti, akibatnya orang itu juga mengalami sugesti tadi,” tutur Muhilal yang juga dibenarkan oleh dr. Handrawan Nadesul. Para ahli gizi pun kurang sependapat dengan kemungkinan keperkasaan seorang pria setelah makan sate kambing akibat energi yang diperoleh dari lemak sate. Penjual sate memang sering kali menyisipkan potongan lemak di antara potongan daging. Dari segi farmakologi, bisa jadi daging kambing mengandung senyawa mirip hormon seks pria. Namun, sampai saat ini belum ditemukan dasar ilmiah untuk menyatakan daging kambing bisa meningkatkan potensi seksual kaum pria macam Pak Darno. Lagi pula, dampak yang ditimbulkannya tak bisa dalam waktu singkat.
Pada dasarnya orang yang sudah menurun potensi seksualnya tidak dapat langsung naik potensinya hanya dengan makan daging kambing. “Yang berperan dalam membantu meningkatkan potensi seksual itu adalah hormon,” jelas dr. Handrawan Nadesul. Yang didapat oleh mereka yang memakai makanan atau minuman afrodisiak itu bukan peningkatan potensi, tetapi lebih pada sensasi seksual. Akibat sensasi tentu saja seseorang jadi bergairah. Tetapi, potensi tetap saja segitu-segitu juga. Sementara, kalau orang bilang sate torpedo (skrotum) juga bisa meningkatkan potensi seksual pria, mungkin ada benarnya. “‘Kan di situ jelas tempatnya hormon seks jantan,” jelas Muhilal. Dengan mengkonsumsinya, seseorang mendapat tambahan hormon seks sehingga ada kemungkinan potensi seksualnya meningkat.
Meski hubungan daging kambing dan potensi seks seorang pria masih diliputi misteri, toh penelitian ilmiah untuk mengetahui pengaruh buruknya terhadap kesehatan sudah sering dilakukan. Itu pun tak selalu terbukti. Meskipun begitu kita jangan lantas main hantam terus makan daging kambing. Soalnya, bagi mereka yang berkecenderungan mudah terserang hipertensi atau kolesterol, daging kambing dan daging-daging lain dari jenis daging merah menduduki tempat keempat sebagai makanan yang berkadar kolesterol tinggi. “Yang paling tinggi kadar kolesterolnya adalah otak, kemudian jeroan, kulit, terakhir baru daging,” papar dr. Handrawan.
Jadi, kalau seseorang merasa potensi seksualnya meningkat setelah makan sate kambing, bisa saja karena sugesti akibat pandangan orang soal keampuhan daging kambing. Karenanya, tak perlu terlalu banyak berharap pada daging kambing bila Anda, kaum pria, ingin perkasa di hadapan istri tercinta. Kebugaran tubuh, kebugaran seksual, dan kondisi psikologis yang baik secara ilmiah telah terbukti mampu membuat potensi seksual seseorang, pria maupun wanita, pada kondisi optimal.//**
ITU hanyalah anekdot yang dilatarbelakangi asumsi, bahwa daging kambing atau masakan olahannya bisa meningkatkan gairah pria begitu tingginya sampai ia harus membangunkan istrinya malam-malam. Entah bagaimana ceritanya, daging kambing dipercaya mempunyai kemampuan afrodisiak. Yang jelas anggapan itu sudah lama berkembang di masyarakat. Setelah makan sate kambing setengah matang, seorang pria jadi perkasa di hadapan istrinya. Pantesan Pak Darno, yang sudah berumah tangga sepuluh tahun lebih itu, sering minta istrinya membeli sate kambing sampai belasan tusuk. Sayangnya, Bu Darno nggak mau buka mulut kalau ditanya dampak yang dirasakannya setelah sang suami melahap sate kambing. Mungkin saja Pak Darno termasuk salah satu “korban” mitos daging kambing sebagai afrodisiak. Atau, korban “kuku bima”, kurang kuat bini marah. Namun, siapa tahu dia punya bukti empiris soal khasiat daging ternak ini. Hehe.
Kalau diamati, secara fisik sekerat daging kambing tak jauh beda dibandingkan dengan daging merah lainnya dari domba, sapi, dan kerbau. Dibandingkan dengan daging domba umpamanya, keduanya sama-sama bertekstur halus. Warna dagingnya pun tak terlalu berbeda meskipun daging kambing biasanya berwarna lebih pekat. Kandungan gizinya, seperti protein, lemak, dan karbohidrat, juga tak jauh berbeda. “Komposisi gizi semua daging (merah) kurang lebih mirip-mirip. Perbedaan ada, tapi tidak terlalu jauh,” jelas Dr. Muhilal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor. Perbandingan kandungan asam lemak jenuh daging kambing dan daging sapi umpamanya, sangat sedikit perbedaannya. Begitu pula, asam lemak tak jenuhnya.
Perbedaan mencolok dengan daging ternak lain justru aromanya. Daging domba, sapi, atau kerbau beraroma amis saja, sedangkan daging kambing beraroma menyengat (orang Jawa bilang prengus). Selain itu, lemaknya lebih putih dan keras. Kalau banyak orang suka sate kambing setengah matang, sebenarnya itu lebih menyangkut selera. Nilai gizinya tak terlalu berbeda dengan yang matang betul. “Justru yang telah mengalami proses denaturasi (perubahan dari mentah menjadi masak, Red.), proses pencernaannya lebih mudah. Yang baik ya yang sedang, jangan terlalu mentah atau sampai hangus,” tambah Muhilal.
Munculnya pengaruh pada kaum pria, mungkin karena faktor sugesti dari mereka yang mengkonsumsi sate kambing. “Kalau sudah terkena sugesti, akibatnya orang itu juga mengalami sugesti tadi,” tutur Muhilal yang juga dibenarkan oleh dr. Handrawan Nadesul. Para ahli gizi pun kurang sependapat dengan kemungkinan keperkasaan seorang pria setelah makan sate kambing akibat energi yang diperoleh dari lemak sate. Penjual sate memang sering kali menyisipkan potongan lemak di antara potongan daging. Dari segi farmakologi, bisa jadi daging kambing mengandung senyawa mirip hormon seks pria. Namun, sampai saat ini belum ditemukan dasar ilmiah untuk menyatakan daging kambing bisa meningkatkan potensi seksual kaum pria macam Pak Darno. Lagi pula, dampak yang ditimbulkannya tak bisa dalam waktu singkat.
Pada dasarnya orang yang sudah menurun potensi seksualnya tidak dapat langsung naik potensinya hanya dengan makan daging kambing. “Yang berperan dalam membantu meningkatkan potensi seksual itu adalah hormon,” jelas dr. Handrawan Nadesul. Yang didapat oleh mereka yang memakai makanan atau minuman afrodisiak itu bukan peningkatan potensi, tetapi lebih pada sensasi seksual. Akibat sensasi tentu saja seseorang jadi bergairah. Tetapi, potensi tetap saja segitu-segitu juga. Sementara, kalau orang bilang sate torpedo (skrotum) juga bisa meningkatkan potensi seksual pria, mungkin ada benarnya. “‘Kan di situ jelas tempatnya hormon seks jantan,” jelas Muhilal. Dengan mengkonsumsinya, seseorang mendapat tambahan hormon seks sehingga ada kemungkinan potensi seksualnya meningkat.
Meski hubungan daging kambing dan potensi seks seorang pria masih diliputi misteri, toh penelitian ilmiah untuk mengetahui pengaruh buruknya terhadap kesehatan sudah sering dilakukan. Itu pun tak selalu terbukti. Meskipun begitu kita jangan lantas main hantam terus makan daging kambing. Soalnya, bagi mereka yang berkecenderungan mudah terserang hipertensi atau kolesterol, daging kambing dan daging-daging lain dari jenis daging merah menduduki tempat keempat sebagai makanan yang berkadar kolesterol tinggi. “Yang paling tinggi kadar kolesterolnya adalah otak, kemudian jeroan, kulit, terakhir baru daging,” papar dr. Handrawan.
Jadi, kalau seseorang merasa potensi seksualnya meningkat setelah makan sate kambing, bisa saja karena sugesti akibat pandangan orang soal keampuhan daging kambing. Karenanya, tak perlu terlalu banyak berharap pada daging kambing bila Anda, kaum pria, ingin perkasa di hadapan istri tercinta. Kebugaran tubuh, kebugaran seksual, dan kondisi psikologis yang baik secara ilmiah telah terbukti mampu membuat potensi seksual seseorang, pria maupun wanita, pada kondisi optimal.//**
Sumber : beritanuansa.wordpress.com
Tidak ada komentar