Doa
Masih lekat dalam ingatan. Kayak baru kemarin. Padahal sudah 15 tahun yang lalu. Waktu itu, di serambi timur Masjid Nurul Iman Budi Agung. Di bawah rerimbunan pohon palem. Orang itu datang, dan langsung bilang; “Mau saya kasih doa yang dahsyat. Cukup pagi – sore saja bacanya. Pool pokoknya.” Aku terdiam dan hanya bengong menuruti perintahnya, menyiapkan bolpen dan buku.
Sambil mengingat – ingat, orang itu mencoba menuangkan hafalannya dalam bentuk tulisan di atas kertas. Dan saya pikir, dia juga baru mendapatkannya. Karena beberapa kali tertimpa kerancuan, yang ini dulu, apa ini dulu kalimatnya. Sebab hamper – hamper serupa. Namun semangat ingin segera berbagi begitu menggelora. Apalagi melihat fadhilahnya yang hebat. Doa itu kemudian saya hafal dalam waktu singkat dan segera diamalkan. Bahkan beberapa kali saya salin ke dalam buku catatan. Seiring dengan kejadian itu, sering saya mendengar doa itu dipanjatkan oleh para penasehat dan penyampai sebagai doa - doa penutup dan andalan tentunya.
Baru di tahun 2011 ini saya mendapatkan sumber aslinya. Doa itu adalah doa Abu Dzarr. Sahabat ini bernama asli Jundub bin Junadah, tetapi lebih dikenal dengan panggilan Abu Dzar al-Ghiffari. Ia ini terkenal dengan sikap zuhudnya serta pandangan khasnya tentang harta. Bagi Abu Dzarr, menyimpan harta dalam jumlah yang berlebih dari kebutuhan keluarga adalah haram. Ayat yang sering dikutip Abu Dzarr: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka, (mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS at-Taubah [9]: 34).
Abu Dzarr tidak pernah menyimpan harta lebih dari persiapan hidup tiga hari. Tidak jarang dia berhari-hari hanya makan beberapa biji kurma dan air. Sewaktu tinggal di Damaskus, pada zaman Khalifah Usman bin Affan, Gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan pernah mengujinya dengan mengirimkan uang 100 dinar pada satu malam dan besok paginya memintanya kembali dengan alasan salah kirim. Ternyata uang tersebut sudah habis dibagikan malam itu juga kepada fakir miskin. Abu Dzarr berjanji akan mengumpulkannya kembali dalam tiga hari jika Muawiyah menginginkannya.
Suatu hari, seseorang datang ke kediaman Abu Dzarr. Tamu itu melayangkan pandangannya ke setiap pojok rumahnya. Dia tidak melihat apa-apa di rumah itu. "Hai Abu Dzarr! Di mana barang-barang Anda?" Abu Dzarr menjawab, "Kami mempunyai rumah yang lain. Barang-barang kami yang bagus telah kami kirim ke sana."
Tamu itu rupanya mengerti bahwa yang dimaksud Abu Dzarr adalah akhirat. Lalu tamu tadi berkata, "Tetapi, Anda juga memerlukan barang-barang itu di rumah ini?" Maksudnya, di dunia. Abu Dzarr dengan tangkas menjawab, "Tetapi yang punya rumah (Allah) tidak membolehkan kami tinggal di sini buat selama-lamanya."
Abu Dzarr sering menyampaikan kepada kaum dhuafa bahwa pada harta orang-orang kaya itu ada hak mereka. Sebagai gubernur, Muawiyah khawatir kalau-kalau cara pandang Abu Dzarr itu akan mendorong orang-orang miskin merampasi harta kekayaan orang kaya. Dia melaporkan Abu Dzarr kepada Khalifah Usman di Madinah. Khalifah memanggil Abu Dzarr dan dua sahabat ahli tafsir untuk menguji penafsiran Abu Dzarr terhadap surah at-Taubah ayat 34 itu. Keduanya menyatakan bahwa yang diancam oleh ayat tersebut adalah orang-orang yang menimbun kekayaan dan tidak menunaikan kewajibannya membayar zakat.
Setelah peristiwa itu, Abu Dzarr tidak mau kembali lagi ke Damaskus dan juga tidak mau menetap di Madinah. Dalam pandangan dia, umat Islam di kedua kota tersebut tidak lagi hidup secara sederhana seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dia minta izin tinggal di Rabdzah, sebuah kampung kecil di luar Kota Madinah.
Suatu hari, Abu Dzar berpesan kepada putrinya. Jika lewat kafilah di kampung kita ini, jamulah mereka makan. Setelah itu tanyakan kepada mereka, apakah Abu Dzarr termasuk ahli surga atau bukan. Putrinya heran, karena biasanya pertanyaan itu diajukan setelah seseorang meninggal dunia. Mengetahui ada kafilah datang dan putrinya sudah menyiapkan jamuan, Abu Dzarr mengambil air wudhu lalu shalat dua rakaat dengan khusyuk. Setelah shalat, dia berbaring dan melipat kedua tangannya, kemudian tenang. Pada saat itulah Allah SWT memanggilnya.
Imam at-Tirmidzi dan Al – Hakim meriwayatkan doa luar biasa yang membuat Abu Dzarr terkenal di kalangan para malaikat di langit.
قال الحكيم الترمذي في نوادر الأصول: حدثنا عمرو بن أبي عمرو قال: حدثنا أبو همام الدلال عن إبراهيم بن طهمان عن عاصم بن أبي النجود عن زر بن حبيش عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، "أنه أتاه جبريل عليه السلام، فبينا هو عنده إذ أقبل أبو ذر فنظر إليه جبريل، فقال هو أبو ذر، قال فقلت: يا أمين الله وتعرفون أنتم أبا ذر؟ قال: نعم، والذي بعثك بالحق إن أبا ذر أعرف في أهل السماء منه في أهل الأرض، وإنما ذلك لدعاء يدعو به كل يوم مرتين، وقد تعجبت الملائكة منه، فادع به فاسأله عن دعائه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أبا ذر دعاء تدعو به كل يوم مرتين ؟ قال: نعم فداك أبي وأمي، ما سمعته من بشر، وإنما هو عشرة أحرف ألهمني ربي إلهاما، وأنا أدعو به كل يوم مرتين، أستقبل القبلة فأسبح مليا وأهلله مليا، وأحمده وأكبره مليا، ثم أدعو بتلك عشر كلمات: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْماَناً داَئِماً، وَأَسْأَلُكَ قَلْباً خاَشِعاً، وَأَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْناً صاَدِقاً، وَأَسْأَلُكَ دِيْناً قَيِّماً، وَأَسْأَلُكَ الْعاَفِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةِ، وَأَسْأَلُكَ تَماَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ دَواَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعاَفِيَةِ ، وَأَسْأَلُكَ الْغِنَى عَلَى النَّاسِ، قال جبريل: يا محمد والذي بعثك بالحق نبيا، لا يدعو أحد من أمتك بهذا الدعاء إلا غفرت له ذنوبه، وإن كانت أكثر من زبد البحر وعدد تراب الأرض ولا يلقى أحد من أمتك وفي قلبه هذا الدعاء إلا اشتاقت له الجنان، واستغفر له الملكان، وفتحت له أبواب الجنة ونادت الملائكة: يا ولي الله ادخل أي باب شئت "
Artinya: “Sesungguhnya Jibril AS pernah datang pada Nabi SAW, dimana suatu ketika Abu Dzarr datang menghadap, sontak Jibril mengamati lalu berkata, “Diakah Abu Dzarr?” Saya (nabi) bersabda, “Hai kepercayaan Allah, kalian para malaikat juga mengenal Abu Dzarr?.” Jibril berkata, “Tentu, demi yang telah mengutus kau dengan hak, di kalangan penghuni langit Abu Dzarr lebih terkenal daripada di kalangan penghuni bumi. Itu karena doa yang dia baca setiap hari dua kali. Sungguh para malaikat sama takjub padanya, panggil dan tanyailah tentang doa yang dibaca!”
Rasulullah bersabda, “Hai Abu Dzarr, setiap hari kamu berdoa dua kali?.”
Abu Dzarr berkata, “Betul, fidaaka abii wa ummii (artinya ayah dan ibu saya tebusan untuk tuan, namun maksudnya mengucapkan kalimat penghormatan). Saya mendapat doa itu tidak dari manusia, doa yang terdiri dari sepuluh kalimat itu Tuhan saya yang mengilhami. Saya membacanya sehari dua kali. Saya menghadap qiblat untuk bertasbih, dan bertahlil, bertakbir dan bertahmid sebentar. Lalu saya berdoa dengan sepuluh kalimat itu:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْماَناً داَئِماً، وَأَسْأَلُكَ قَلْباً خاَشِعاً، وَأَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْناً صاَدِقاً، وَأَسْأَلُكَ دِيْناً قَيِّماً، وَأَسْأَلُكَ الْعاَفِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةِ، وَأَسْأَلُكَ تَماَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ دَواَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعاَفِيَةِ ، وَأَسْأَلُكَ الْغِنَى عَلَى النَّاسِ”
Ya Allah, sungguh hamba mohon iman yang kekal pada-Mu. Dan hamba mohon hati yang khusuk pada-Mu. Dan hamba mohon ilmu yang bermanfaat pada-Mu. Dan hamba mohon keyakinan yang benar pada-Mu. Dan hamba mohon agama yang lurus pada-Mu. Dan hamba mohon afiat (selamat) dari segala bahaya pada-Mu. Dan hamba mohon sempurnanya afiat (selamat) pada-Mu. Dan hamba mohon kekalnya afiat (selamat). Dan hamba mohon bisa mensyukuri atas afiat (keselamatan). Dan hamba mohon bisa kekayaan mengalahkan manusia.
Kadang saya berdoa karena melihat fadhilah doa itu sendiri. Seperti doa di atas misalnya. Kadang saya memilih doa karena artinya yang bagus, indah dan mendalam. Akhirnya terhipnotis mengamalkannya. Kadang saya berdoa karena diberi orang begini dan begitu. Takjub dan mengharapkan hal serupa darinya. Kadang saya berdoa karena melihat orang yang mengamalkannya begini dan begitu. Ingin seperti itu. Segera. Di saat usia sudah kepala 4, saya baru tersadar. Ada yang salah dalam doa – doa saya. Yaitu ketika muncul pengharapan – pengharapan akan doa itu, jauh mendahului sebelum keyakinan hinggap dalam hati, kekhusyukan hadir dalam jiwa dan kepasrahan melandasi tindak – tanduk saya. Berdoa seperti halnya penghafal dan pelantun semata. Kosong, tanpa penjiwaan, tanpa kekhusyuan. Hanya harapan besar terbentang di depan mata bisa seperti ini dan itu secepatnya lewat apa yang dibaca. Astaghfirullah al-adhiim.
Semoga Anda semua tidak seperti saya.
Masih lekat dalam ingatan. Kayak baru kemarin. Padahal sudah 15 tahun yang lalu. Waktu itu, di serambi timur Masjid Nurul Iman Budi Agung. Di bawah rerimbunan pohon palem. Orang itu datang, dan langsung bilang; “Mau saya kasih doa yang dahsyat. Cukup pagi – sore saja bacanya. Pool pokoknya.” Aku terdiam dan hanya bengong menuruti perintahnya, menyiapkan bolpen dan buku.Sambil mengingat – ingat, orang itu mencoba menuangkan hafalannya dalam bentuk tulisan di atas kertas. Dan saya pikir, dia juga baru mendapatkannya. Karena beberapa kali tertimpa kerancuan, yang ini dulu, apa ini dulu kalimatnya. Sebab hamper – hamper serupa. Namun semangat ingin segera berbagi begitu menggelora. Apalagi melihat fadhilahnya yang hebat. Doa itu kemudian saya hafal dalam waktu singkat dan segera diamalkan. Bahkan beberapa kali saya salin ke dalam buku catatan. Seiring dengan kejadian itu, sering saya mendengar doa itu dipanjatkan oleh para penasehat dan penyampai sebagai doa - doa penutup dan andalan tentunya.
Baru di tahun 2011 ini saya mendapatkan sumber aslinya. Doa itu adalah doa Abu Dzarr. Sahabat ini bernama asli Jundub bin Junadah, tetapi lebih dikenal dengan panggilan Abu Dzar al-Ghiffari. Ia ini terkenal dengan sikap zuhudnya serta pandangan khasnya tentang harta. Bagi Abu Dzarr, menyimpan harta dalam jumlah yang berlebih dari kebutuhan keluarga adalah haram. Ayat yang sering dikutip Abu Dzarr: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka, (mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS at-Taubah [9]: 34).
Abu Dzarr tidak pernah menyimpan harta lebih dari persiapan hidup tiga hari. Tidak jarang dia berhari-hari hanya makan beberapa biji kurma dan air. Sewaktu tinggal di Damaskus, pada zaman Khalifah Usman bin Affan, Gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan pernah mengujinya dengan mengirimkan uang 100 dinar pada satu malam dan besok paginya memintanya kembali dengan alasan salah kirim. Ternyata uang tersebut sudah habis dibagikan malam itu juga kepada fakir miskin. Abu Dzarr berjanji akan mengumpulkannya kembali dalam tiga hari jika Muawiyah menginginkannya.
Suatu hari, seseorang datang ke kediaman Abu Dzarr. Tamu itu melayangkan pandangannya ke setiap pojok rumahnya. Dia tidak melihat apa-apa di rumah itu. "Hai Abu Dzarr! Di mana barang-barang Anda?" Abu Dzarr menjawab, "Kami mempunyai rumah yang lain. Barang-barang kami yang bagus telah kami kirim ke sana."
Tamu itu rupanya mengerti bahwa yang dimaksud Abu Dzarr adalah akhirat. Lalu tamu tadi berkata, "Tetapi, Anda juga memerlukan barang-barang itu di rumah ini?" Maksudnya, di dunia. Abu Dzarr dengan tangkas menjawab, "Tetapi yang punya rumah (Allah) tidak membolehkan kami tinggal di sini buat selama-lamanya."
Abu Dzarr sering menyampaikan kepada kaum dhuafa bahwa pada harta orang-orang kaya itu ada hak mereka. Sebagai gubernur, Muawiyah khawatir kalau-kalau cara pandang Abu Dzarr itu akan mendorong orang-orang miskin merampasi harta kekayaan orang kaya. Dia melaporkan Abu Dzarr kepada Khalifah Usman di Madinah. Khalifah memanggil Abu Dzarr dan dua sahabat ahli tafsir untuk menguji penafsiran Abu Dzarr terhadap surah at-Taubah ayat 34 itu. Keduanya menyatakan bahwa yang diancam oleh ayat tersebut adalah orang-orang yang menimbun kekayaan dan tidak menunaikan kewajibannya membayar zakat.
Setelah peristiwa itu, Abu Dzarr tidak mau kembali lagi ke Damaskus dan juga tidak mau menetap di Madinah. Dalam pandangan dia, umat Islam di kedua kota tersebut tidak lagi hidup secara sederhana seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dia minta izin tinggal di Rabdzah, sebuah kampung kecil di luar Kota Madinah.
Suatu hari, Abu Dzar berpesan kepada putrinya. Jika lewat kafilah di kampung kita ini, jamulah mereka makan. Setelah itu tanyakan kepada mereka, apakah Abu Dzarr termasuk ahli surga atau bukan. Putrinya heran, karena biasanya pertanyaan itu diajukan setelah seseorang meninggal dunia. Mengetahui ada kafilah datang dan putrinya sudah menyiapkan jamuan, Abu Dzarr mengambil air wudhu lalu shalat dua rakaat dengan khusyuk. Setelah shalat, dia berbaring dan melipat kedua tangannya, kemudian tenang. Pada saat itulah Allah SWT memanggilnya.
Imam at-Tirmidzi dan Al – Hakim meriwayatkan doa luar biasa yang membuat Abu Dzarr terkenal di kalangan para malaikat di langit.
ال الحكيم الترمذي في نوادر الأصول: حدثنا عمرو بن أبي عمرو قال: حدثنا أبو همام الدلال عن إبراهيم بن طهمان عن عاصم بن أبي النجود عن زر بن حبيش عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، "أنه أتاه جبريل عليه السلام، فبينا هو عنده إذ أقبل أبو ذر فنظر إليه جبريل، فقال هو أبو ذر، قال فقلت: يا أمين الله وتعرفون أنتم أبا ذر؟ قال: نعم، والذي بعثك بالحق إن أبا ذر أعرف في أهل السماء منه في أهل الأرض، وإنما ذلك لدعاء يدعو به كل يوم مرتين، وقد تعجبت الملائكة منه، فادع به فاسأله عن دعائه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أبا ذر دعاء تدعو به كل يوم مرتين ؟ قال: نعم فداك أبي وأمي، ما سمعته من بشر، وإنما هو عشرة أحرف ألهمني ربي إلهاما، وأنا أدعو به كل يوم مرتين، أستقبل القبلة فأسبح مليا وأهلله مليا، وأحمده وأكبره مليا، ثم أدعو بتلك عشر كلمات: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْماَناً داَئِماً، وَأَسْأَلُكَ قَلْباً خاَشِعاً، وَأَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْناً صاَدِقاً، وَأَسْأَلُكَ دِيْناً قَيِّماً، وَأَسْأَلُكَ الْعاَفِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةِ، وَأَسْأَلُكَ تَماَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ دَواَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعاَفِيَةِ ، وَأَسْأَلُكَ الْغِنَى عَلَى النَّاسِ، قال جبريل: يا محمد والذي بعثك بالحق نبيا، لا يدعو أحد من أمتك بهذا الدعاء إلا غفرت له ذنوبه، وإن كانت أكثر من زبد البحر وعدد تراب الأرض ولا يلقى أحد من أمتك وفي قلبه هذا الدعاء إلا اشتاقت له الجنان، واستغفر له الملكان، وفتحت له أبواب الجنة ونادت الملائكة: يا ولي الله ادخل أي باب شئت "
Artinya: “Sesungguhnya Jibril AS pernah datang pada Nabi SAW, dimana suatu ketika Abu Dzarr datang menghadap, sontak Jibril mengamati lalu berkata, “Diakah Abu Dzarr?” Saya (nabi) bersabda, “Hai kepercayaan Allah, kalian para malaikat juga mengenal Abu Dzarr?.” Jibril berkata, “Tentu, demi yang telah mengutus kau dengan hak, di kalangan penghuni langit Abu Dzarr lebih terkenal daripada di kalangan penghuni bumi. Itu karena doa yang dia baca setiap hari dua kali. Sungguh para malaikat sama takjub padanya, panggil dan tanyailah tentang doa yang dibaca!”
Rasulullah bersabda, “Hai Abu Dzarr, setiap hari kamu berdoa dua kali?.”
Abu Dzarr berkata, “Betul, fidaaka abii wa ummii (artinya ayah dan ibu saya tebusan untuk tuan, namun maksudnya mengucapkan kalimat penghormatan). Saya mendapat doa itu tidak dari manusia, doa yang terdiri dari sepuluh kalimat itu Tuhan saya yang mengilhami. Saya membacanya sehari dua kali. Saya menghadap qiblat untuk bertasbih, dan bertahlil, bertakbir dan bertahmid sebentar. Lalu saya berdoa dengan sepuluh kalimat itu:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْماَناً داَئِماً، وَأَسْأَلُكَ قَلْباً خاَشِعاً، وَأَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْناً صاَدِقاً، وَأَسْأَلُكَ دِيْناً قَيِّماً، وَأَسْأَلُكَ الْعاَفِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةِ، وَأَسْأَلُكَ تَماَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ دَواَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعاَفِيَةِ ، وَأَسْأَلُكَ الْغِنَى عَلَى النَّاسِ”
Ya Allah, sungguh hamba mohon iman yang kekal pada-Mu. Dan hamba mohon hati yang khusuk pada-Mu. Dan hamba mohon ilmu yang bermanfaat pada-Mu. Dan hamba mohon keyakinan yang benar pada-Mu. Dan hamba mohon agama yang lurus pada-Mu. Dan hamba mohon afiat (selamat) dari segala bahaya pada-Mu. Dan hamba mohon sempurnanya afiat (selamat) pada-Mu. Dan hamba mohon kekalnya afiat (selamat). Dan hamba mohon bisa mensyukuri atas afiat (keselamatan). Dan hamba mohon bisa kekayaan mengalahkan manusia.
Kadang saya berdoa karena melihat fadhilah doa itu sendiri. Seperti doa di atas misalnya. Kadang saya memilih doa karena artinya yang bagus, indah dan mendalam. Akhirnya terhipnotis mengamalkannya. Kadang saya berdoa karena diberi orang begini dan begitu. Takjub dan mengharapkan hal serupa darinya. Kadang saya berdoa karena melihat orang yang mengamalkannya begini dan begitu. Ingin seperti itu. Segera. Di saat usia sudah kepala 4, saya baru tersadar. Ada yang salah dalam doa – doa saya. Yaitu ketika muncul pengharapan – pengharapan akan doa itu, jauh mendahului sebelum keyakinan hinggap dalam hati, kekhusyukan hadir dalam jiwa dan kepasrahan melandasi tindak – tanduk saya. Berdoa seperti halnya penghafal dan pelantun semata. Kosong, tanpa penjiwaan, tanpa kekhusyuan. Hanya harapan besar terbentang di depan mata bisa seperti ini dan itu secepatnya lewat apa yang dibaca. Astaghfirullah al-adhiim.
Semoga Anda semua tidak seperti saya.
Oleh : Faizunal Abdillah
Tidak ada komentar