Air Sendang Stoom Wonotingal
Tak Lagi Mengalir Sampai Jauh
GEMERICIK air bening keluar dari pipa-pipa berukuran dua hingga tiga inci. Semilir angin pun menggesekkan daun-daun Sukun yang mengering hingga mengeluarkan bunyi yang unik. Dua perempuan renta berjalan perlahan sambil mengempit sebuah bakul yang berisi pakaian. Setelah langkah kakinya memasuki sebuah sendang yang kurang terawat, ia pun langsung merendam pakaiannya di bawah pancuran.
Suara gemericik air pun makin kencang. Perempuan tua yang lain hanya membawa ember kecil yang berisi sabun, sikat gigi dan handuk yang melingkar di kepalanya. Tanpa memandang kesibukan sekitar, di tengah sendang kecil tanpa atap penutup itu ia melepas pakaiannya dan ditutup langsung dengan jarik. Byuuuurrrrr..... air pancuran yang mengalir melalui pipa pun membasahi rambutnya yang sudah memutih.
Di pintu keluar sendang. Sebuah mobil yang mengangkut belasan jerigen berjalan mundur. Seorang lelaki keluar dan memberi beberapa lembar uang kepada seorang pemuda yang terlihat sebelumnya duduk sambil bermain handphone. Tanpa percakapan, sang pemuda itu pun membuka tutup jerigen dan menarik selang. Kemudian mengisi satu per satu jerigen itu dengan air yang mengalir dari sendang. Itulah kesibukan di Sendang Stoom yang ada di silayah RW 03 Kampung Tegalsari Stoom, Kelurahan Wonotingal yang berbatasan dengan RW 11 Kampung Candi Stoom, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari.
Di kanan sendang, seorang lelaki berkacamata tengah melayani seorang pembeli di warung miliknya yang sederhana. Sang pembeli itu pun berpamitan. Saat Suara Merdeka menghampiri sang pemilik warung, langsung disambut dengan ramah. Lelaki bernama Gideon Kuniman (65) yang juga Ketua RT 10 RW 3 Kelurahan Wonotingal itu pun mulai berkisah tentang Sendang Stoom yang ada di depan rumah dan warungnya.
Menurutnya, sendang yang telah ada sejak jaman penjajahan Belanda itu sebelumnya merupakan tempat penampungan air. Dan airnya dimanfaatkan untuk sirkulasi air kolam renang Stadion Diponegoro yang ada di Jalan Ki Mangunsarkoro. Setelah kolam renang ditutup dan kini menjadi Taman Kuliner Ventura, gardu air pun kemudian dirobohkan warga. PDAM dan PT Coca Cola pernah melakukan penelitian dan akan menjadikan sendang itu sebagai sumber air utama. Tetapi, karena debit air yang keluar tidak seperti yang diharapkan, rencana itupun gagal.
''Saya yakin, aliran air Sendang Stoom ini berasal dari Gunung Ungaran. Saya pernah membuka beberapa bebatuan yang ada, ternyata bukan sumber air, melainkan sungai yang mengalir di dalam tanah. Ada lobang besar dan air terjun di dalamnya,'' tutur bapak empat anak dan satu cucu itu, kemarin.
Selain dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari. Para pedagang air keliling menampung air dengan jerigen dan dibawa dengan mobil pikap dari sendang itu untuk dijual di warung-warung dan pedagang kaki lima yang ada di Kota Semarang.
''Per jerigen, harganya Rp 1000. Hasilnya masuk ke kas RW 3 untuk kepentingan pembangunan dan sosial. Seperti pavingisasi dan perawatan sendang,'' tandas pensiunan PT Indonesian Power yang kini juga sibuk melayani panggilan pranata adicara.
Soal nama Stoom, menurut Ketua RW 3 Iman Adi Koesno (70) diambil dari nama pabrik permen yang pernah berdiri di dekat sendang itu. Sendang yang aliran airnya tidak pernah habis maupun kering pada musim kemarau itu pada jaman dahulu airnya dimanfaatkan oleh pabrik permen Stoom.
''Setelah pabrik tutup, airnya dimanfaatkan untuk sirkulasi kolam renang Stadion Diponegoro. Karena kolam renangnya sudah tutup, aliran air dari sendang pun tak lagi mengalir sampai jauh, hanya untuk kebutuhan masyarakat saja,'' ujar bapak enam anak dan 11 cucu yang juga pensiunan PNS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, saat ditemui di kediamannya, kemarin. *
GEMERICIK air bening keluar dari pipa-pipa berukuran dua hingga tiga inci. Semilir angin pun menggesekkan daun-daun Sukun yang mengering hingga mengeluarkan bunyi yang unik. Dua perempuan renta berjalan perlahan sambil mengempit sebuah bakul yang berisi pakaian. Setelah langkah kakinya memasuki sebuah sendang yang kurang terawat, ia pun langsung merendam pakaiannya di bawah pancuran.
Suara gemericik air pun makin kencang. Perempuan tua yang lain hanya membawa ember kecil yang berisi sabun, sikat gigi dan handuk yang melingkar di kepalanya. Tanpa memandang kesibukan sekitar, di tengah sendang kecil tanpa atap penutup itu ia melepas pakaiannya dan ditutup langsung dengan jarik. Byuuuurrrrr..... air pancuran yang mengalir melalui pipa pun membasahi rambutnya yang sudah memutih.
Di pintu keluar sendang. Sebuah mobil yang mengangkut belasan jerigen berjalan mundur. Seorang lelaki keluar dan memberi beberapa lembar uang kepada seorang pemuda yang terlihat sebelumnya duduk sambil bermain handphone. Tanpa percakapan, sang pemuda itu pun membuka tutup jerigen dan menarik selang. Kemudian mengisi satu per satu jerigen itu dengan air yang mengalir dari sendang. Itulah kesibukan di Sendang Stoom yang ada di silayah RW 03 Kampung Tegalsari Stoom, Kelurahan Wonotingal yang berbatasan dengan RW 11 Kampung Candi Stoom, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari.
Di kanan sendang, seorang lelaki berkacamata tengah melayani seorang pembeli di warung miliknya yang sederhana. Sang pembeli itu pun berpamitan. Saat Suara Merdeka menghampiri sang pemilik warung, langsung disambut dengan ramah. Lelaki bernama Gideon Kuniman (65) yang juga Ketua RT 10 RW 3 Kelurahan Wonotingal itu pun mulai berkisah tentang Sendang Stoom yang ada di depan rumah dan warungnya.
Menurutnya, sendang yang telah ada sejak jaman penjajahan Belanda itu sebelumnya merupakan tempat penampungan air. Dan airnya dimanfaatkan untuk sirkulasi air kolam renang Stadion Diponegoro yang ada di Jalan Ki Mangunsarkoro. Setelah kolam renang ditutup dan kini menjadi Taman Kuliner Ventura, gardu air pun kemudian dirobohkan warga. PDAM dan PT Coca Cola pernah melakukan penelitian dan akan menjadikan sendang itu sebagai sumber air utama. Tetapi, karena debit air yang keluar tidak seperti yang diharapkan, rencana itupun gagal.
''Saya yakin, aliran air Sendang Stoom ini berasal dari Gunung Ungaran. Saya pernah membuka beberapa bebatuan yang ada, ternyata bukan sumber air, melainkan sungai yang mengalir di dalam tanah. Ada lobang besar dan air terjun di dalamnya,'' tutur bapak empat anak dan satu cucu itu, kemarin.
Selain dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari. Para pedagang air keliling menampung air dengan jerigen dan dibawa dengan mobil pikap dari sendang itu untuk dijual di warung-warung dan pedagang kaki lima yang ada di Kota Semarang.
''Per jerigen, harganya Rp 1000. Hasilnya masuk ke kas RW 3 untuk kepentingan pembangunan dan sosial. Seperti pavingisasi dan perawatan sendang,'' tandas pensiunan PT Indonesian Power yang kini juga sibuk melayani panggilan pranata adicara.
Soal nama Stoom, menurut Ketua RW 3 Iman Adi Koesno (70) diambil dari nama pabrik permen yang pernah berdiri di dekat sendang itu. Sendang yang aliran airnya tidak pernah habis maupun kering pada musim kemarau itu pada jaman dahulu airnya dimanfaatkan oleh pabrik permen Stoom.
''Setelah pabrik tutup, airnya dimanfaatkan untuk sirkulasi kolam renang Stadion Diponegoro. Karena kolam renangnya sudah tutup, aliran air dari sendang pun tak lagi mengalir sampai jauh, hanya untuk kebutuhan masyarakat saja,'' ujar bapak enam anak dan 11 cucu yang juga pensiunan PNS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, saat ditemui di kediamannya, kemarin. *
Tidak ada komentar