Keluhuran Budi Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari
Meneladani Nabi Muhammad Saw adalah salah satu cara
untuk berakhlak kepadanya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari iman akan adanya Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah.
Beriman kepada Rasulullah adalah meyakini dan memercayai dengan
sepenuh hati bahwa Allah Swt. memilih di antara manusia untuk dijadikan rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya kepada umat manusia.
Meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari harus dimulai dengan mengetahui apa saja sifat-sifat yangdimilikinya dan bagaimana perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Alquran dan Sunnah/Hadits, sebagai dua sumber utama ajaran Islam,
memberikan informasi yang lengkap tentang semua sifat dan perilaku
Nabi Muhammad Saw. Dengan menjadikan kedua sumber ajaran ini
sebagai landasan utama dalam sikap dan perilaku kita, berarti kita
benar-benar telah meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Pendahuluan
Akhlak kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan konsekuensi
logis dari akhlak kepada Allah Swt. Rasulullah Saw. dan juga para
rasul yang lain merupakan utusan Allah yang menyampaikan pesan-pesan Allah kepada umat manusia. Allah Swt. menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada manusia melalui para rasul-Nya mulai Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul Allah yang
terakhir memiliki keistimewaan dibanding nabi-nabi sebelumnya.
Salah satu keistimewaannya adalah misi risalah Muhammad tidak
terbatas pada umat (bangsa) tertentu, tetapi meliputi semua umat
manusia (rahmatan lil’alamin). Semua umat manusia yang hidup pada
masa Muhammad hingga tibanya hari akhir nanti wajib mengikuti
syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
Sebagai nabi yang terakhir, Muhammad dibekali satu kitab
Allah yang terlengkap, yakni Alquran yang isinya memuat
keseluruhan isi kitab-kitab yang pernah turun sebelumnya. Dengan
Alquran inilah Nabi Muhammad dapat menyelesaikan semua
permasalahan yang dihadapinya, di samping juga dengan ide-idenya
yang mendapatkan bimbingan wahyu dari Allah Swt. (Sunnah/hadis).
Semua yang tertuang dalam Alquran terealisasi dalam sikap dan
perilaku Nabi Muhammad Saw. sehari-hari. Tidak ada satu pun sikap
dan perilaku Muhammad yang menyimpang atau bertentangan dengan
apa yang tertuang dalam Alquran. Karena itulah, setiap umat Islam
wajib meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam segala aspek
kehidupan sehari-hari.
Berakhlak terhadap Nabi Muhammad Saw. merupakan salah
satu pilar keyakinan (iman) dalam Islam. Banyak cara yang harus
dilakukan dalam rangka berakhlak kepada Nabi Muhammad Saw.
adalah menyintai dan memuliakannya, taat dan patuh kepadanya, serta
mengucapkan shalawat dan salam kepadanya. Namun, yang paling
penting dari semua itu adalah meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Beriman akan Adanya Nabi Muhammad Saw.
Beriman kepada Rasulullah adalah meyakini dan memercayai
dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. memilih di antara manusia
untuk dijadikan rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya
kepada umat manusia. Beriman kepada Rasulullah juga berarti
memercayai dan meyakini sepenuhnya akan segala yang diceritakan
Allah tentang semua nabi dan rasul yang diutus-Nya, baik yang
diketahui namanya maupun yang tidak diketahui namanya.
Perintah untuk beriman kepada Rasul Allah (Muhammad Saw.)
tercantum dalam Alquran surat al-Nisa’ (4) ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan
kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. al-Nisa’ (4): 136).
Menurut ayat Alquran di atas orang-orang yang beriman harus
mengimani rasul-rasul Allah sebagaimana mengimani Allah, malaikat,
kitab, dan hari akhir. Mengimani rasul-rasul Allah juga harus secara
keseluruhan, tidak boleh membeda-bedakannya sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi
hanya mengimani nabi-nabi keturunan Bani Israel, dan mereka tidak
mengakui kenabian Isa dan Muhammad. Sedang orang-orang Nasrani
tidak mau mengimani kenabian Muhammad Saw. Allah mengancam
dengan keras orang-orang yang mau mengimani sebagian rasul dan
mengingkari sebagian yang lainnya. Allah juga mengategorikan
orang-orang seperti itu sebagai orang-orang kafir. Allah Swt.
berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan
kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami
beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan
itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman
atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. al-Nisa’ (4): 150-151).
Umat Islam sekaligus umat Muhammad Saw. harus beriman
terhadap Nabi Muhammad Saw. yang merupakan rasul dan nabi
terakhir. Muhammad Saw. adalah penutup para nabi dan rasul,
sehingga setelahnya tidak ada lagi nabi dan rasul Allah. Kepastian
Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir dinyatakan oleh
Allah Swt. dalam Alquran:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah utusan Allah dan penutup
nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab (33): 40).
Ada beberapa konsekuensi dari kedudukan Nabi Muhammad
Saw. sebagai rasul terakhir. Pertama, dengan berakhirnya risalah
kenabian kepada Muhammad Saw. berarti bahwa ajaran-ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. telah sempurna dan
menyempurnakan ajaran para nabi sebelumnya. Allah Swt. berfirman:
“Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu itu
untukmu semua, dan Aku telah melengkapkan kenikmatan-Ku
padamu, dan Aku telah rela Islam itu sebagai agama untukmu
semua.” (QS. al-Maidah (5): 3).
Kedua, dengan posisinya sebagai nabi terakhir berarti bahwa
ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yakni agama Islam,
bersifat mendunia dan berlaku untuk seluruh umat manusia. Allah Swt.
berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. Saba’ (34): 28).
Dan yang ketiga, karena kedudukannya sebagai penutup
serangkaian para nabi, maka Nabi Muhammad Saw. adalah rasul
untuk semua umat manusia. Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Hai
manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’.”
(QS. al-A’raf (7): 158).
Mengimani adanya Nabi Muhammad Saw. bagi umat Islam
adalah suatu kewajiban utama. Mengimani Nabi Muhammad Saw.
berarti meyakini dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad benar-benar nabi dan rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia di
muka bumi ini. Umat Islam yang menjadi umat Nabi Muhammad
Saw. harus mengikrarkannya dengan lisan bersamaan dengan ikrar
kepada Allah Swt. Ikrar inilah yang mendasari seluruh keislaman dan
keimanan setiap umat Islam. Siapa pun belum dianggap Muslim jika
belum mengikrarkan adanya Allah sebagi Tuhannya dan Nabi
Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya. Dua ikrar inilah yang
kemudian dikenal dengan syahadatain (dua kesaksian), yakni
syahadat tauhid yang berisi ikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah
(Asyhadu an la ilaha illallah) dan syahadat rasul yang berisi ikrar
bahwa Muhammad adalah rasul Allah (Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah).
Kewajiban umat Islam untuk mengimani Allah sekaligus
mengimani Rasulullah Saw. dinyatakan dalam Alquran surat al-A’raf
(7): 158:
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan
langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
(QS. al-A’raf (7): 158).
Sekilas tentang Nabi Muhammad Saw.
Muhammad dilahirkan di Makkah dan kemudian wafat di
Madinah. Sejak kecil Muhammad selalu bekerja keras dan tidak
pernah bermalas-malasan. Sejak kecil pula Muhammad sudah
menampakkan akhlaknya yang sangat mulia dan tidak pernah
sekalipun menampakkan akhlak yang jelek. Karena kejujurannnya,
Muhammad mendapat gelar al-amin yang artinya yang jujur.
Beliau kemudian menikah dengan Khadijah ketika berusia 25
tahun. Pada usianya yang keempat puluh tahun, beliau diutus sebagai
nabi dan rasul dengan diwahyukannya lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq, yaitu:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. al-‘Alaq (96): 1-5).
Selanjutnya secara bertahap dalam waktu kurang lebih dua
puluh tiga tahun beliau menerima keseluruhan wahyu Alquran yang
juga disampaikan kepada para sahabat beliau, sehingga sebagian dari
mereka ada yang menghafalnya. Berbagai peristiwa dialami oleh Nabi
Muhammad Saw. sejak beliau mengemban tugas risalahnya. Nabi
memulai tugas dakwahnya kepada keluarganya kemudian sahabat
terdekatnya hingga kepada masyarakat umum. Nabi mengalami
berbagai tantangan dari para tokoh kaum Quraisy Makkah. Tekanan-tekanan kaum Quraisy tidak pernah berhenti untuk menghalangi
dakwah Nabi. Pada akhirnya Nabi memutuskan untuk hijrah ke
Madinah. Di Madinah inilah Nabi kemudian dapat membangun
tatanan masyarakat seperti yang diinginkan, yakni masyarakat Islam
yang diatur dengan prinsip-prinsip Islam. Setelah Nabi berhasil
mengislamkan masyarakat Makkah (kaum Quraisy), Nabi menerima
wahyu terakhir (QS. al-Maidah (5): 3) dan beberapa waktu kemudian
Nabi Muhammad Saw. wafat di Madinah dalam usia 63 tahun.
Nabi Muhammad Saw. wafat dengan meninggalkan dasar-dasar
Islam yang lengkap, terutama dengan ditinggalkannya dua pusaka
beliau kepada para umatnya, yakni Alquran dan Sunnah. Dengan
berpedoman kepada dua pusaka inilah umat Islam dapat melakukan
berbagai aktivitas hidupnya, baik dalam berhubungan dengan Allah
(beribadah) maupun dalam berhubungan dengan sesamnya
(bermuamalah).
Menyintai dan Memuliakan Nabi Muhammad Saw.
Sebagai umat Nabi Muhammad Saw. kita harus menyintai
beliau, sebab beliau juga sangat menyintai kita. Dalam perjuangan
beliau mendakwahkan Islam, terlihat sekali kecintaan beliau terhadap
umatnya. Beliau merasakan suka dan duka bersama umatnya.
Kecintaan beliau tidak terbatas ketika di dunia saja, tetapi juga sampai
di akhirat kelak. Gambaran sikap beliau terhadap umatnya dinyatakan
dalam Alquran.
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS.
al-Taubah (9): 128).
Karena itulah, sebagai umatnya, kita harus menyintai beliau dan
sekaligus memuliakannya. Cinta kita kepada beliau harus melebihi
cinta kita kepada yang lain selain Allah Swt. Cinta ini akan tumbuh
dalam diri kita jika kita benar-benar beriman. Jika iman kita tidak utuh,
maka kita tidak akan dapat menyintai beliau. Dalam hal ini Nabi Saw.
bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu sekalian
sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya,
anaknya, dan semua manusia.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan al-Nasa’i).
Dengan demikian cinta seorang mu’min kepada Nabi
Muhammad Saw. harus melebihi cintanya kepada dirinya sendiri,
orang tuanya dan kaum kerabatnya, serta semua manusia. Artinya,
orang yang cinta kepada selain Allah Swt. melebihi cintanya kepada
Nabi, berarti ia belum beriman secara benar.
Cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. harus benar-benar
mendominasi perasaan cinta kita sebagaimana cinta kita kepada Allah
Swt. Dengan cinta kepada Allah dan Rasulullah inilah kemudian
ditambah jihad di jalan Allah, kita berharap agar Allah senantiasa
memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Jika kita tidak menyintai
Allah dan Rasulullah serta tidak mau berjihad di jalan Allah, maka
kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang fasik yang jauh dari
petunjuk Allah. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih
kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.” (QS. al-Taubah (9): 24).
Menyintai Nabi Muhammad Saw. tidak cukup hanya
diungkapkan dengan kata-kata, tetapi juga harus dinyatakan dalam
bentuk perbuatan nyata, misalnya:
1. Mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang sampai
kepada kita melalui Alquran dan Hadits yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw.
2. Memercayai semua berita yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad Saw.
3. Berjuang menegakkan, mengembangkan, dan membela ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. serta menjaga
kemurnian ajaran-ajaran beliau dari berbagai bentuk bid’ah dan
khurafat.
4. Memuliakan Nabi Muhammad Saw. dengan memperbanyak
membaca shalawat dan salam kepada beliau.
5. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad
sebagaimana memuliakan beliau.
Dalam kehidupan nyata, ujud dari cinta kita kepada Nabi
Muhammad Saw. terlihat dapal setiap aktivitas kita sehari-hari. Jika
kita benar-benar cinta kepada Nabi Muhammad Saw. maka kita akan
selalu menjaga diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak dilakukan
dan tidak disenangi beliau. Sebaliknya kita harus selalu meneladani
beliau dalam setiap aktivitas kita, baik dalam aktivitas ibadah maupun
muamalah. Inilah yang menjadi bukti dari cinta kita kepada beliau.
Setiap orang yang cinta kepada sesuatu, maka ia akan bersikap
yang berlebihan kepada sesuatu tersebut. Misalnya, orang yang cinta
kepada benda tertentu, maka hari-harinya lebih banyak digunakan
untuk berbuat sesuatu dalam rangka menyintai benda tersebut. Berapa
pun biaya yang dikeluarkan dan tenaga serta waktu yang dihabiskan
tidak menjadi perhitungan baginya. Begitulah cinta seseorang kepada
benda. Jika benda itu dialihkan kepada Allah dan Rasulullah, maka
orang itu akan dapat secara penuh beraktivitas dalam rangka cintanya
kepada Allah dan Rasulullah.
Untuk melihat gambaran cinta kepada Nabi Muhammad Saw.,
kita dapat meneladani cinta para sahabat Nabi. Diceritakan bahwa
paman Nabi, Hamzah, sangat cinta kepada beliau, sehingga Hamzah
rela gugur dalam perang Uhud ketika melindungi Nabi dari serangan
orang-orang kafir Quraisy. Begitu pula cinta seorang sahabat Nabi
yang bernama Bilal. Di kala hendak menghembuskan nafasnya,
beberapa kawan Bilal yang menyaksikannya berkata, “Aduh, betapa
pedih hati kami”. Mendengar kata-kata kawannya Bilal justeru
menjawab, “Wahai kawanku, betapa gembira hatiku, esok aku akan
segera bertemu dengan Muhammad di akhirat.” Masih banyak lagi
contoh sikap cinta para sahabat Nabi Muhammad Saw. kepada beliau
yang melebihi cinta mereka kepada diri mereka sendiri.
Taat dan Patuh kepada Nabi Muhammad Saw.
Taat dan patuh kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan
konsekuensi dari taat dan patuh kepada Allah Swt. Dalam berbagai
ayat Alquran Allah menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah harus
dibuktikan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Dalam QS. al-Nisa’
(4): 80 Allah Swt. berfirman:
“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan
itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara
bagi mereka.” (QS. al-Nisa’ (4): 80).
Dalam ayat yang lain Allah menegaskan bahwa bukti seseorang
cinta kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah. Barang siapa yang
mengikuti dan menaati Rasulullah, maka Allah akan menyintainya
dan akan mengampuni dosa-dosanya. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) menyintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Ali ‘Imran (3): 31).
Allah juga menyatakan bahwa diutusnya Rasulullah adalah agar
ditaati oleh umatnya. Karena itulah taat dan patuh kepada Rasulullah
merupakan perintah Allah yang wajib hukumnya. Dalam QS. al-Nisa’
(4): 64 Allah Swt. berfirman:
Meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam Kehidupan Sehari-hari (Marzuki)
83
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah.” (QS. al-Nisa’ (4): 64).
Taat dan patuh kepada Rasulullah dilakukan dengan cara
mengikuti semua yang diperintahkannya dan meninggalkan semua
yang dilarangnya. Demikian firman Allah Swt. dalam QS. al-Hasyr
(59): 7:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr (59): 7).
Dalam berbagai ayat Alquran Allah menyebutkan bahwa
ketaatan kepada Allah selalu beriringan dengan ketaatan kepada
Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa menaati Rasulullah itu harus
total sebagaimana menaati Allah. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam
QS. al-Nisa’ (4): 59 dan QS. Ali ‘Imran (3): 32. Kita tidak bisa
mewujudkan ketaatan kita kepada Allah jika tidak menaati Rasulullah.
Dalam hal shalat, misalnya, kita tidak dapat melaksanakan shalat yang
diperintahkan Allah kepada kita, jika kita tidak mengikuti petunjuk
Rasulullah yang mengajarkan cara-cara melakukan shalat. Rasulullah
Saw. bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
shalat.” (HR. al-Bukhari). Hal yang sama juga terjadi dalam masalah
praktik melakukan ibadah haji dan praktik-praktik ibadah lainnya,
termasuk juga praktik-praktik bermuamalah.
Rasulullah merupakan manusia pilihan yang dapat memberi
jalan dan penerang untuk meniti jalan yang benar dan lurus sekaligus
juga memberi peringatan dan kabar gembira kepada manusia. Jalan
lurus yang ditunjukkan Rasulullah adalah jalan yang diridoi oleh
Allah. Jalan lurus ini juga dilengkapi dengan rambu-rambu untuk
dijadikan petunjuk bagaimana melewatinya. Karena itu, siapa yang
tidak mengikuti jalan ini, pastilah ia akan mendapatkan kesesatan baik
di dunia maupun di akhirat. Allah Swt. berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’am (6): 153).
Pada akhirnya, Allah juga menyatakan bahwa orang yang taat
kepada Allah dan Rasulullah di akhirat kelak akan bersama para nabi,
para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin (QS. al-Nisa’ (4): 69). Itulah
teman-teman terbaik yang akan didapatkan orang yang menataati
Allah dan Rasulullah di akhirat kelak.
Meneladani Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir yang mendapatkan
banyak gelar baik dari Allah maupun dari manusia. Berbagai julukan
diberikan kepada beliau atas kesuksesan beliau dalam melakukan misi
risalahnya di muka bumi. Beliau berhasil menjadi pemimpin agama
(sebagai Nabi) berhasil menjadi pemimpin negara (ketika memimpin
negara Madinah). Di samping itu beliau juga berhasil dalam
menjalankan berbagai kepemimpinan yang lain, seperti memimpin
perang, memimpin musyawarah, dan memimpin keluarga. Karena itu,
sudah sepantasnya umat Islam menjadikannya sebagi teladan yang
terbaik. Terkait dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab (33): 21).
Untuk dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam
kehidupan kita sehari-hari, tentunya kita, umat Islam, harus
mengetahui terlebih dahulu apa saja sifat-sifat yang dimiliki oleh
beliau dan bagaimana perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, agar kita dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. akan
dikemukakan sifat-sifat dan perilaku beliau dan kemudian bagaimana
kita dapat meneladani sifat dan perilaku tersebut.
Perlu ditegaskan bahwa semua rasul adalah manusia yang
memiliki sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana manusia lainnya (QS.
al-Kahfi (18): 110 dan QS. Fushshilat (41): 6). Di antara sifat-sifat
kemanusiaan yang dimiliki Rasulullah adalah makan dan minum (QS.
al-Furqan (25): 20) serta menikah (QS. al-Ra’d (13): 38). Dalam
Alquran juga ditegaskan bahwa semua rasul adalah laki-laki, tidak ada
yang perempuan (QS. al-Anbiya’ (21): 7). Namun, karena tugas
risalah adalah tugas yang amat berat, maka para rasul dibekali dengan
sifat-sifat khusus. Sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Nabi Muhammad
Saw. maupun para nabi dan rasul yang lain adalah:
1. Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam
perkataan dan perilakunya dan mustahil akan berbuat yang
sebaliknya, yakni berdusta, munafik, dan yang semisalnya.
Meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam Kehidupan Sehari-hari (Marzuki)
85
2. Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan
perbuatannya. Nabi dan rasul selalu amanah dalam segala
tindakannya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima
dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan berperilaku yang
sebaliknya.
3. Tabligh, yang berarti menyampaikan. Nabi dan rasul selalu
menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah (wahyu)
kepada umat manusia dan mustahil nabi dan rasul
menyembunyikan wahyu yang diterimanya.
4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua nabi dan rasul
cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi
semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satu pun nabi
dan rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan
penuh tantangan.
5. Di samping empat sifat di atas, nabi dan rasul tidak pernah berbuat
dosa atau maksiat kepada Allah (ma’shum). Sebagai manusia bisa
saja nabi berbuat salah dan lupa, namun lupa dan kesalahannya
selalu mendapat teguran dari Allah sehingga akhirnya dapat
berjalan sesuai dengan kehendak Allah.
Di samping memiliki sifat-sifat seperti di atas, Nabi Muhammad
Saw. juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang berarti selalu dapat
dipercaya. Gelar ini diperoleh Muhammad sejak maih usia belia.
Dalam kesehariannya Muhammad belum pernah berbohong dan
merugikan orang-orang di sekitarnya. Dalam salah satu bukunya,
Sa’id Hawwa (2002: 164-186) memerinci keluhuran budi Rasulullah
Saw. yang sangat patut diteladani oleh umat Islam. Sa’id Hawwa
menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya, kasih sayangnya
baik terhadap keluarga maupun umatnya, kemurahan hatinya,
kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta kesahajaannya.
Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan dalam
kehidupan umat Islam sehari-hari.
Meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. seperti di atas
tidaklah gampang dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan
modal cinta dan taat kepadanya, kita akan mampu meneladaninya
dalam kehidupan kita sehari-hari. Meneladani beliau secara sempurna
jelas tidak mungkin, karena beliau digambarkan sebagai insan kamil
(manusia sempurna) yang tidak ada bandingnya. Namun demikian,
kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk meneladani sifat dan
perilaku beliau, apa pun hasilnya.
Cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk meneladani
Rasulullah Saw. di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kita harus selalu bertaubat kepada Allah Swt. atas segala dosa dan
kesalahan yang kita lakukan setiap hari. Sebagai manusia biasa
kita harus menyadari bahwa kita selalu berbuat kesalahan dan dosa
baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Rasulullah
Saw. yang jelas-jelas tidak memiliki dosa saja selalu memohon
ampun (beristighfar) dan bertaubat kepada Allah. Karena itu, jika
kita tidak mau bertaubat kepada Allah, berarti kita tidak menyadari
sifat kemanusiaan kita dan kita termasuk orang-orang yang
sombong.
2. Sedapat mungkin kita harus dapat menjaga amanat yang diberikan
oleh Allah kepada kita selaku manusia. Amanat apa pun yang
diberikan kepada kita, harus kita lakukan sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh pemberi amanat tersebut. Karena itu, apa pun
aktivitas yang kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari
aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan Alquran dan
sunnah Nabi. Kita harus berusaha menjaga amanat ini
sebagaimana Rasulullah yang tidak pernah berkhianat walau sekali
pun.
3. Kita juga harus selalu memelihara sifat jujur dalam keseharian kita.
Jujur merupakan sifat yang sangat mulia, tetapi memang sulit
untuk diwujudkan. Terkadang orang dengan sengaja untuk tidak
berbuat jujur dengan alasan bahwa jujur akan mengakibatkan
hancur. Karena itu, dewasa ini kejujuran sulit ditemukan di
tengah-tengah peradaban manusia yang semakin maju. Orang
berusaha untuk mengesahkan perilaku tidak jujur. Seandainya
kejujuran ini terpelihara dengan baik, maka para penuntut dan
pembela hukum di negeri ini tidak akan terlalu sulit untuk
menerapkan dan mewujudkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat. Kenyataannya, sebagian besar orang tidak mau
berbuat jujur, sehingga seringkali orang yang jujur malah menjadi
hancur (akibat disalahkan). Rasulullah selalu berbuat jujur tidak
hanya kepada para sahabatnya tetapi juga kepada lawan-lawannya.
Dan inilah yang merupakan kunci keberhasilan Rasulullah dalam
misi risalah dan kenabiannya.
Penutup
Nabi Muhammad Saw. adalah sosok manusia yang agung
akhlaknya dan luhur budinya (QS. al-Qalam (68): 4). Jika Allah Swt.
memberikan pujian atas keluhuran budinya, tentu saja hal ini tidak
main-main. Allah Yang Maha Benar tidak akan pernah berbohong atas
ucapan-Nya. Sebagai umat Islam dan sekaligus umat Nabi
Muhammad Saw. kita harus menjadikannya sebagai teladan utama
yang harus kita ikuti semua anjurannya dan kita hindari semua
larangannya.
Di zaman yang canggih sekarang ini, tidak sedikit tantangan
yang kita hadapi dalam rangka meneladani sifat-sifat dan perilaku
Nabi Muhammad Saw., baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Dengan kesadaran yang tinggi dan dengan ketulusan hati serta dengan
modal cinta dan taat kita kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad
Saw., Insya Allah kita dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Daftar Pustaka
Al- Hadits.
Al-Qur’an al-Karim.
Tidak ada komentar